Antara
Holiganisme dan Rasisme
Mikael Dian Teguh ; Kontributor
Sepak Bola Radio SBS Australia, Tinggal di Yogyakarta
SUMBER : SUARA
MERDEKA, 5 Juni 2012
"Ada
hal yang jadi sorotan, seperti isu rasisme dan hooliganisme oleh kelompok fans
fanatik dari dua tuan rumah"
GELEGAR acara 4 tahunan UEFA Euro 2012 di
Polandia-Ukraina mulai membahana meski pamornya masih dianggap di bawah Piala
Dunia. Tak kurang dari 16 tim finalis dari 16 negara Eropa akan memperebutkan
Piala Henry Delauney, format yang akan diperbaharui pada pergelaran 2016 yang
menyertakan 24 finalis.
Yang agak berbeda dari tahun ini adalah
adanya pergeseran tren sepak bola di Eropa yang dianggap patokan sepak bola
dunia. Dalam satu dekade terakhir, terhitung hanya tiga tim yang mampu memberi kejutan
dalam kancah internasional, yaitu Yunani dalam Euro 2004, serta Turki dan
Korsel pada Piala Dunia 2002.
Tetapi dengan muncul dan berkembangnya tren
sepak bola pragmatis, seperti diperagakan Chelsea FC dalam Liga Champions
Eropa, bukan tak mungkin tim-tim superior kecolongan. Dalam final, Bayern
Munich, yang juga tuan rumah, harus tersingkir walaupun memiliki statistik
mumpuni dengan 7 shoots-on-goal, 20 tendangan penjuru, 55% ball possession, dan
1 hadiah penalti.
Di Polandia dan Ukraina, hingga medio 2011
FIFA mempertanyakan kesiapan dua tuan rumah namun akhirnya segala kelengkapan
event, termasuk venue pertandingan dan akomodasi dinyatakan layak pakai. Tetapi
masih ada hal yang menjadi sorotan, seperti isu rasisme dan holiganisme oleh
kelompok fans fanatik dari dua tuan rumah itu.
BBC dalam sebuah program olahraga yang
menyajikan wawancara dengan mantan kapten timnas Inggris, Sol Campbell
menayangkan video dokumenter yang menunjukkan suporter memberi salam Nazi dan
melemparkan ejekan kepada pemain kulit hitam. Selain masyarakat tuan rumah yang
dihebohkan oleh isu rasisme, negara-negara besar yang turut berpartisipasi
mengalami pasang surut serupa.
Gaya
Hidup
Italia, juara 1968 pun diguncang isu scommessopoli, skandal pengaturan skor
jilid dua. Federazione Italiana Giuoco
Calcio (FIGC), lembaga tertinggi persepakbolaan telah menindak tegas 14
pemain, termasuk Skipper Lazio, dan pemegang 6 caps timnas Italia, Stefano
Mauri. Meski Presiden FIGC Giancarlo Abete menekankan bahwa sepak bola Italia
tidak akan dihentikan dengan adanya scommessopoli,
publik merasakan tekanan yang makin memuncak.
Harapan yang sama akan menjadi juara di Eropa
juga digenggam oleh Inggris, negara asal sepak bola yang notabene belum pernah
sekalipun menjuarai. Inggris seakan-akan paceklik pemain. Hal ini seperti
diakui FA, federasi sepak bola Inggris, yang menyatakan bahwa terlalu banyak
pemain asing merumput di liga domestik sehingga menekan perkembangan talenta
lokal.
Selain Inggris, juara bertahan Spanyol juga
memiliki masalah serius. Pembuktian juara UEFA Piala Eropa, juara Piala Dunia
2010, dan pemuncak bursa taruhan juga bukan jaminan bahwa Spanyol akan
meneruskan hegemoninya.
Dari faktor sejarah, Jerman memang lebih
diunggulkan dengan memegang 3 piala EUFA Euro ketimbang juara 1988. Tapi fakta
selama 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa dua tim memiliki peruntungan yang
kurang baik dalam kompetisi tingkat dunia dan Eropa.
Polandia dan Ukraina tahun ini akan menjadi
saksi superioritas sepak bola Eropa. Lebih dari itu, UEFA Euro 2012 menyuguhkan
jenis sepak bola baru, dengan dinamika permainan dan juga berbagai polemik.
Kembali ke Asia, meski tidak bisa
disepadankan kualitas dan prestasinya, sepak bola mulai dipandang sebagai bagian
dari gaya hidup. Lebih dari itu, pasar sepak bola di belahan timur dunia cukup
menjanjikan berkaca pada fakta 1,3 miliar penikmat Liga Inggris berasal dari
Asia, terbesar di dunia.
Di Indonesia, arti sepak bola melebihi segala
karut-marut politik dalam negeri. Memori AFC 2010 dan SEA Games 2011 menjadi
secercah harapan. Tapi kemelut dan dualisme liga-PSSI yang tak terselesaikan
tak dimungkiri menjadi penghambat. ●
EURO 2012 kyanya bakal seru deh! Moga2 Itali juara. Mau ada skandal skor juga yang penting Itali...
BalasHapus