Senin, 25 Juni 2012

Aspirasi Kita tentang Pemimpin Bangsa


Aspirasi Kita tentang Pemimpin Bangsa
M Sobary ;  Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia
Sumber :  SINDO, 25 Juni 2012


Berita dari sidang Tanwir Muhammadiyah di Bandung mencatat enam kriteria sikap maupun watak pemimpin. Hal itu merupakan harapan Muhammadiyah yang juga merupakan draf rekomendasi kepada pemerintah.

Keenam watak atau sikap pemimpin itu ialah visioner, nasionalis, humanis mampu membangun solidaritas, berani mengambil risiko, penyelesai masalah, dan memiliki integritas moral. Sidang masih mengusulkan tambahan agar pemimpin tidak rendah diri dan mengutamakan kepentingan bangsa. Usul ini diterima. Dengan demikian, di dalam draf itu jelas, Muhammadiyah menghendaki dan menyarankan tentang pentingnya delapan watak dan sikap pemimpin tersebut. Apa bedanya watak “nasionalis” dan ”mengutamakan kepentingan bangsa”?

Untuk kepentingan apa rekomendasi itu diterima? Apa para pemimpin Muhammadiyah itu hanya sama saja dengan DPR yang bersidang sambil setengah tidur sehingga tak menyadari bahwa watak tokoh yang “nasionalis” itu sudah dengan sendirinya pasti “mengutamakan kepentingan bangsa”? Bukankah ideologi “nasionalis” itu memang mengabdi pada bangsa, kepentingan bangsa, dan peran bangsa di dalam hubungan bilateral maupun multilateral di dalam kancah kehidupan internasional? Pemerintah sudah lama kehilangan watak “nasionalis”.

Bagaimana ideologi mentereng ini hendak dijaga dan dilaksanakan sebagai bemper agar kita, sebagai pemerintah, maupun sebagai bangsa dan negara sungguh-sungguh mandiri, merdeka, dan tegak menjaga keluhuran bangsa dan segenap kepentingannya yang tampaknya hanya kecil-kecil tapi mendasar dan penting: cara melindungi petani garam, petani tembakau, petani cengkeh, petani teh,petani bawang, petani padi, dan banyak hal lain yang wajib dilindungi. Jangan heran pemerintah memang sangat nyata lebih probangsa asing, kepentingan asing, dan dalam banyak hal mereka itu berwatak kolonial.

Landasan kesadaran pemerintah kita mutlak salah: demi mencari investasi.Kepentingan asing itu dibela dengan kelihaian melakukan lobi di sanasini dan mencengkeramkan kuku mereka secara mendalam dan tajam mengiris-iris kehidupan bangsa kita.Tapi pemerintah diam seperti sudah menjadi orang bisu dan tuli.Investasi asing yang menghancurkan bangsa dikira jalan penyelamatan menuju surga.

Watak propasar, sesuatu yang kedengaran modern dan mentereng,dijejalkan ke sanakemari oleh para pejabat dan tokoh pemikir ekonomi lewat birokrasi dan ruangan para pemimpin yang baunya mesum. Juga lewat fakultas ekonomi yang elitis dan “steril” dari kehidupan nyata,jauh dari keringat dan dengus frustrasi rakyat yang terus menerus tertindas secara ekonomi karena kita menganut ideologi “keparat” yang menjauhkan kita dari watak “nasionalis”tadi.

Orang yang memiliki empati dan memahami bahwa tiap tarikan napas rakyat itu disertai tangis pedih dan keluhan tak tertahan akan “ngenes”menyaksikan tata kelola pemerintahan Togog sekarang ini. Rakyat mengeluh dan menjerit, mengapa orang pinter pada keblinger, mengapa kini pemerintah tak peduli pada yang diperintah? Tokoh, juga ilmuwan,yang sensitif dan memiliki jiwa “nasionalis” tadi niscaya mengerti makna derita rakyat.Mengerti sekali. Di saat macam ini sebenarnya ideologi yang resmi dimiliki PDIP dirampok partaipartai lain dan semua dijerumuskan ke jalan sesat menuju kesesatan lebih nyata, yang tak ada hubungan dengan cita-cita dan tujuan kita bernegara.

Dalam situasi hancur luluh secara nyata macam ini, Muhammadiyah mendambakan pemimpin yang punya “integritas moral” itu untuk apa? Sepintas lalu hal itu agung, luhur, mulia, tapi tidak untuk urusan nasional mengatur bangsa.Apa yang agung, luhur, dan mulia itu kenapa tak dijadikan ukuran intern dan aspirasi intern agar para pemimpin Muhammadiyah haruslah tokoh yang memiliki “integritas moral” tadi? Sikap prorakyat itu bagian dari “integritas moral”.

Dan jangan sebaliknya, terlalu sibuk mengurus perkara halal-haram secara periferal, tapi tak pernah dengan tegas demi “integritas moral”, menyatakan korupsi itu haram jadah dan Muhammadiyah turut secara all out menghajar koruptor dari satu partai yang begitu mencolok. “Integritas moral” lebih cocok buat pemimpin ormas keagamaan seperti Muhammadiyah atau NU.

Buat pemimpin bangsa, yang negerinya sudah luluh lantak secara ekonomi, politik, dan kebudayaan macam ini, harus dipimpin oleh orang yang dianggap memiliki “kredibilitas moral”, maka bangsa akan terjerumus lebih jauh dan lebih mendalam. “Kredibilitas moral” ini sama dengan pengertian “orang baik”, “orang sopan” , “jambul rapi”, seragam “mlithit” dan halus.

Apa gunanya kriterium ini bagi bangsa yang hendak bangkit secara politik dan ekonomi agar merdeka dalam arti sebenarnya? Bagaimana mengukur pencapaian politik dan ekonomi secara nyata, dari watak orang yang secara moral punya kredibilitas itu? Hasilnya hanya akan seperti kondisi sekarang ini. Sopan,“nyanyi sunyi tanpa arti”, dan membiarkan rakyat keleleran berjuang sendiri di muka bumi yang makin kejam karena sikap propasar di manamana telah membuat manusia kehilangan kemanusiaannya, sungguh parah.

Agenda nasional saya, membela petani tembakau dan industri rumah tangga pembuat keretek, juga industri besar menghadapi kepentingan asing, siapa bilang ini bukan kerja kemanusiaan dalam konteks “nasionalis” yang diperjuangkan PDIP? Saya bukan orang partai dan tak ingin menjadi politisi, tapi di sini saya sangat menjunjung ideologi “nasionalis”PDIP. Ini lebih jelas dari rekomendasi Muhammadiyah? Semua aspirasi, pemikiran, dan watak “nasionalis” itu tak ada gunanya direkomendasikan kepada pemerintah yang tidak ada urusan dengan sikap “nasionalis” karena pemerintah lebih mengabdi kepentingan asing yang serakah dan kolonialistis?

Lebih baik jadikan saja agenda internal. Panggil Amien Rais yang telah dengan gemilang berhasil meliberalisasi konstitusi kita, yang membikin kita jadi bangsa budak macam ini. Secara moral, politik, ekonomi, kebudayaan, di sini dan di dalam hidup yang kelak pasti datang, dia harus bertanggung jawab. Dia tahu, dalam segala hal,Tuhan tak main-main.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar