Cukai
Kendaraan Bermotor
Joko Tri Haryanto ; Alumni Program Doktoral UI,
Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
SUMBER : REPUBLIKA,
11 Juni 2012
Menurut
peraturan, definisi cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-ba rang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik pemakaiannya
dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
Akibatnya, konsumsi serta peredarannya perlu diawasi oleh pemerintah.
Barang-barang
yang dikategorikan kena cukai, antara lain, etil alkohol, minuman yang
mengandung etil alkohol, serta berbagai hasil tembakau, baik sigaret, cerutu,
rokok daun, tembakau iris, maupun hasil pengolahan lainnya. Penambahan atau
pengurangan kategori barang kena cukai ini nantinya dimungkinkan, dalam bentuk
peraturan pemerintah.
Dasar
pemungutan cukai adalah jumlah produksi dari barang kena cukai, dan harus
dilunasi pada saat pengeluaran dari pabrik atau tempat penyimpanan. Jadi,
pengenaan cukai ini diletakkan di hulu dan konsumen langsung membayar cukai di
depan. Hal ini yang akan membedakan cukai dengan pajak, meskipun secara maksud
dan tujuan ada kesamaan di antara keduanya.
Problem Transportasi Darat
Sudah
menjadi rahasia umum kondisi transportasi di Jakarta masih amburadul. Dominasi
kendaraan pribadi, minimnya jaminan keselamatan di jalan raya, mencerminkan
buruknya transportasi di Ibu Kota. Masyarakat dipaksa menempuh perjalanan
berjam-jam hanya karena macet, tanpa ada alternatif solusi lainnya.
Biaya
kemacetan itu sendiri jika dikalkulasi sangat singifikan, baik dari sisi sosial
maupun kerugian ekonomi. Menurut data Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta,
hingga 2007 saja biaya kemacetan mencapai Rp 42,9 triliun, yang terdiri atas
kerugian waktu, BBM, dan kesehatan. Kecepatan rata-rata lalu-lintas 20-21
km/jam, dengan waktu berhenti sekitar 60 persen dibandingkan waktu bergerak 40
persen, membuat Jakarta sangat tidak kompetitif diban dingkan Ibu Kota lainnya
di dunia.
Menurut
banyak pakar, salah satu sumber kemacetan di Jakarta adalah proporsi yang tidak
berimbang antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan pertumbuhan jalan. Menurut
data Polda Metro Jaya, pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta setiap harinya
mencapai 1,130 unit. Jumlah kendaraan bermotor yang melintas di Jakarta
mencapai 11.362.396 unit dengan 98 persen kendaraan pribadi dan dua persen
kendaraan umum.
Pertumbuhan
jalan setiap tahunnya kurang dari satu persen, dengan luas lahan untuk
infrastruktur jalan 5,5 persen dari luas kota. Padahal, berdasarkan referensi,
suatu kota yang ingin menyediakan transportasi yang lancar minimal wajib
menyediakan lahan 15-20 persen di Eropa, 30 persen di AS, serta 10 persen di
negara-negara berkembang.
Karena
itu, pemerintah perlu segera memikirkan kebijakan yang diharapkan dapat
mengurangi problematika kemacetan di Jakarta. Kebijakan tersebut harus bersifat
lintas kewenangan, baik pemerintah pusat maupun Pemda DKI Jakarta.
Pilihan
kebijakan pemerintah bersifat fiskal atau nonfiskal. Kebijakan fiskal terkait
pengenaan berbagai pajak kendaraan bermotor, pajak parkir, serta penerapan Electronic Road Pricing (ERP). Sedangkan
kebijakan nonfiskal meliputi peraturan batas umur kendaraan, penomoran ganjil
genap, serta perbaikan manajemen transportasi.
Pemerintah
sudah menerapkan kebijakan fiskal pengelolaan transportasi darat. Dalam revisi
Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah pun pemerintah sudah mengupayakan
pengurangan kepemilikan kendaraan bermotor, misalnya melalui tarif Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) progresif, serta tarif mahal untuk pajak parkir resmi.
Sayangnya, kebijakan tersebut dirasakan belum mampu mengurangi jumlah
kepemilikan kendaraan bermotor di Jakarta.
Ide Cukai
Untuk
lebih mengoptimalkan fungsi kebijakan, tentu dibutuhkan instrumen baru. Untuk
itulah penulis mewacanakan ide pemungutan cukai terhadap kendaraan bermotor.
Dalam benak penulis, kendaraan bermotor sudah memenuhi kriteria barang kena
cukai, karena jika pemakaiannya berlebihan, dapat menimbulkan dampak negatif
bagi masyarakat dan lingkungan hidup khususnya.
Atas
dasar itulah pemerintah wajib mengendalikan konsumsi serta mengawasi peredaran
kendaraan bermotor. Di dalam undang-undang, pemerintah juga punya kewenangan
menambah atau mengurangi jenis barang yang masuk kriteria barang kena cukai.
Dengan
pengenaan cukai kendaraan bermotor, nantinya tidak akan menghilangkan kewajiban
berbagai jenis pajak kendaraan, namun ada sedikit penyesuaian di dalam sistem
penghitungan. Pengenaan cukai berdasarkan jumlah produksi kendaraan, sedangkan
pengenaan pajak atas besaran cukai kendaraan.
Cukai
kendaraan akan dibayar dimuka sehingga ketika membeli, konsumen akan langsung
membayar cukai kendaraan include
dalam harga jual kendaraan. Sedangkan pembayaran pajak akan tetap menggunakan
mekanisme yang berlaku.
Pihak
yang memungut cukai kendaraan ini nantinya pemerintah pusat, langsung dibagikan
kepada pemerintah daerah, sesuai jumlah kendaraan yang melintas di wilayahnya.
Seyogianya cukai kendaraan ini nantinya akan di-ear marking, untuk dikembalikan lagi kepada pembangunan infrastruktur
jalan, pemeliharaan jalan, infrastruktur transportasi umum, serta upaya
perbaikan kualitas udara yang tercemar. Pemda yang tidak menaati aturan
penggunaan dapat dikenakan sanksi dan hukuman, misalnya tidak mendapatkan
alokasi dana untuk periode selanjutnya.
Demi
tujuan perbaikan bersama Jakarta yang kita cintai, rumusan di atas tentu bukan
hal mutlak yang tidak dapat diperdebatkan. Justru berbagai masukan yang
konstruktif sangat dibutuhkan. Namun, semuanya harus bermuara pada satu tujuan
bersama menciptakan transportasi Jakarta yang bersahabat dan bermartabat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar