Rabu, 13 Juni 2012

Cukai Kendaraan Bermotor


Cukai Kendaraan Bermotor
Joko Tri Haryanto ; Alumni Program Doktoral UI,
Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan
SUMBER :  REPUBLIKA, 11 Juni 2012


Menurut peraturan, definisi cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-ba rang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Akibatnya, konsumsi serta peredarannya perlu diawasi oleh pemerintah.

Barang-barang yang dikategorikan kena cukai, antara lain, etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, serta berbagai hasil tembakau, baik sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, maupun hasil pengolahan lainnya. Penambahan atau pengurangan kategori barang kena cukai ini nantinya dimungkinkan, dalam bentuk peraturan pemerintah.

Dasar pemungutan cukai adalah jumlah produksi dari barang kena cukai, dan harus dilunasi pada saat pengeluaran dari pabrik atau tempat penyimpanan. Jadi, pengenaan cukai ini diletakkan di hulu dan konsumen langsung membayar cukai di depan. Hal ini yang akan membedakan cukai dengan pajak, meskipun secara maksud dan tujuan ada kesamaan di antara keduanya.

Problem Transportasi Darat

Sudah menjadi rahasia umum kondisi transportasi di Jakarta masih amburadul. Dominasi kendaraan pribadi, minimnya jaminan keselamatan di jalan raya, mencerminkan buruknya transportasi di Ibu Kota. Masyarakat dipaksa menempuh perjalanan berjam-jam hanya karena macet, tanpa ada alternatif solusi lainnya.

Biaya kemacetan itu sendiri jika dikalkulasi sangat singifikan, baik dari sisi sosial maupun kerugian ekonomi. Menurut data Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, hingga 2007 saja biaya kemacetan mencapai Rp 42,9 triliun, yang terdiri atas kerugian waktu, BBM, dan kesehatan. Kecepatan rata-rata lalu-lintas 20-21 km/jam, dengan waktu berhenti sekitar 60 persen dibandingkan waktu bergerak 40 persen, membuat Jakarta sangat tidak kompetitif diban dingkan Ibu Kota lainnya di dunia.

Menurut banyak pakar, salah satu sumber kemacetan di Jakarta adalah proporsi yang tidak berimbang antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan pertumbuhan jalan. Menurut data Polda Metro Jaya, pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta setiap harinya mencapai 1,130 unit. Jumlah kendaraan bermotor yang melintas di Jakarta mencapai 11.362.396 unit dengan 98 persen kendaraan pribadi dan dua persen kendaraan umum.

Pertumbuhan jalan setiap tahunnya kurang dari satu persen, dengan luas lahan untuk infrastruktur jalan 5,5 persen dari luas kota. Padahal, berdasarkan referensi, suatu kota yang ingin menyediakan transportasi yang lancar minimal wajib menyediakan lahan 15-20 persen di Eropa, 30 persen di AS, serta 10 persen di negara-negara berkembang.

Karena itu, pemerintah perlu segera memikirkan kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi problematika kemacetan di Jakarta. Kebijakan tersebut harus bersifat lintas kewenangan, baik pemerintah pusat maupun Pemda DKI Jakarta.

Pilihan kebijakan pemerintah bersifat fiskal atau nonfiskal. Kebijakan fiskal terkait pengenaan berbagai pajak kendaraan bermotor, pajak parkir, serta penerapan Electronic Road Pricing (ERP). Sedangkan kebijakan nonfiskal meliputi peraturan batas umur kendaraan, penomoran ganjil genap, serta perbaikan manajemen transportasi.

Pemerintah sudah menerapkan kebijakan fiskal pengelolaan transportasi darat. Dalam revisi Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah pun pemerintah sudah mengupayakan pengurangan kepemilikan kendaraan bermotor, misalnya melalui tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) progresif, serta tarif mahal untuk pajak parkir resmi. Sayangnya, kebijakan tersebut dirasakan belum mampu mengurangi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Jakarta.

Ide Cukai

Untuk lebih mengoptimalkan fungsi kebijakan, tentu dibutuhkan instrumen baru. Untuk itulah penulis mewacanakan ide pemungutan cukai terhadap kendaraan bermotor. Dalam benak penulis, kendaraan bermotor sudah memenuhi kriteria barang kena cukai, karena jika pemakaiannya berlebihan, dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup khususnya.

Atas dasar itulah pemerintah wajib mengendalikan konsumsi serta mengawasi peredaran kendaraan bermotor. Di dalam undang-undang, pemerintah juga punya kewenangan menambah atau mengurangi jenis barang yang masuk kriteria barang kena cukai.

Dengan pengenaan cukai kendaraan bermotor, nantinya tidak akan menghilangkan kewajiban berbagai jenis pajak kendaraan, namun ada sedikit penyesuaian di dalam sistem penghitungan. Pengenaan cukai berdasarkan jumlah produksi kendaraan, sedangkan pengenaan pajak atas besaran cukai kendaraan.

Cukai kendaraan akan dibayar dimuka sehingga ketika membeli, konsumen akan langsung membayar cukai kendaraan include dalam harga jual kendaraan. Sedangkan pembayaran pajak akan tetap menggunakan mekanisme yang berlaku.

Pihak yang memungut cukai kendaraan ini nantinya pemerintah pusat, langsung dibagikan kepada pemerintah daerah, sesuai jumlah kendaraan yang melintas di wilayahnya. Seyogianya cukai kendaraan ini nantinya akan di-ear marking, untuk dikembalikan lagi kepada pembangunan infrastruktur jalan, pemeliharaan jalan, infrastruktur transportasi umum, serta upaya perbaikan kualitas udara yang tercemar. Pemda yang tidak menaati aturan penggunaan dapat dikenakan sanksi dan hukuman, misalnya tidak mendapatkan alokasi dana untuk periode selanjutnya.

Demi tujuan perbaikan bersama Jakarta yang kita cintai, rumusan di atas tentu bukan hal mutlak yang tidak dapat diperdebatkan. Justru berbagai masukan yang konstruktif sangat dibutuhkan. Namun, semuanya harus bermuara pada satu tujuan bersama menciptakan transportasi Jakarta yang bersahabat dan bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar