Kamis, 14 Juni 2012

DKI Jakarta Butuh Pemimpin Visioner


DKI Jakarta Butuh Pemimpin Visioner
Joko Riyanto ; Koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo
Sumber :  SUARA HARAPAN, 13 Juni 2012



Masyarakat DKI Jakarta pun seakan kembali merajut mimpi. Itulah ungkapan yang tepat untuk mendeskripsikan selaksa ekspektasi yang membuncah dari masyarakat dalam memaknai Pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012.

Pada konteks inilah partisipasi politik masyarakat dalam memaknai dan memilah kandidat yang “bertarung” pada suksesi pilkada menjadi satu hal yang amat signifikan. Ini karena merekalah (baca: masyarakat) yang akan memilih.

Pergantian kepala daerah atau suksesi merupakan bagian dari proses politik, bagian dari tradisi berdemokrasi di negeri ini. Selain itu, suksesi merupakan momentum tepat untuk mewujudkan proses perubahan ke arah yang lebih baik.

Pilkada yang akan berlangsung di DKI Jakaarta juga diharapkan membawa perubahan lebih baik bagi masyarakatnya. Survei Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI memperlihatkan, mayoritas warga DKI Jakarta (80,72 persen) menyatakan bersedia datang ke TPS untuk memberikan suara.

Lebih lanjut, survei Puskapol UI juga mengungkapkan, 75,72 persen warga DKI Jakarta menginginkan agar Pilkada DKI menjadi arena pertarungan gagasan dan solusi programatik. Artinya, warga DKI berharap bisa melihat calon-calon mana saja yang punya kapasitas menyelesaikan persoalan mereka.

Keinginan rakyat yang ada di DKI Jakarta mungkin sangat sederhana; sekadar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Khayalan dari calonnya juga sangat sederhana, hanya bisa mendapatkan suara sehingga bisa mencukupi mendapatkan sebuah jatah kursi di parlemen atau pemerintahan. Sederhana memang!

Tapi, apakah hanya akan sampai di situ. Jawabannya tentu tidak. Akan timbul pertanyaan, rakyat ingin kehidupan lebih baik yang seperti apa? Sangat lazim ketika kita berbicara lebih baik, dari jumlah penduduk yang begitu besar di republik maupun di daerah, akan terjadi perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan konflik.

Di sinilah para calon kepala daerah ini diuji, bagaimana mengakomodasi semua kepentingan dengan hasil yang lebih baik, tetapi dapat meminimalkan konflik yang terjadi.
Mau tidak mau, siapa pun yang akan terpilih memimpin DKI Jakarta ke depan, harus mereka yang mempunyai kemampuan yang tidak sekadar punya kemampuan manajemen birokrasi yang baik dan benar. Tapi juga harus mampu menjalin kerja sama dengan kalangan dunia bisnis, baik lokal, regional maupun internasional.

Harus dicari calon pemimpin yang punya visi jauh ke depan. Tidak sekadar tegas dalam tindakan, tapi yang lebih penting lagi mampu menyiapkan pengembangan kota ini sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.

Apalagi, seperti halnya kota/kabupaten lain, DKI Jakarta juga memiliki persoalan sosial yang terus timbul dan butuh penyelesaian.

Persoalan sosial itu seperti tingginya angka pengangguran, merajalelanya tindak pidana korupsi, banyaknya anak jalanan, harga sembako yang melambung tinggi, masalah buruh dan petani, mahalnya biaya pendidikan, ancaman banjir, mahalnya biaya untuk berobat, masih adanya kriminalitas, banjir, dan kemacetan.

Segudang persoalan tersebut harus dituntaskan oleh para pengambil kebijakan (baca: Pemerintah DKI Jakarta) yang akan dipilih secara langsung oleh rakyat lewat mekanisme demokratis bernama pilkada.

Untuk itu, DKI Jakarta membutuhkan pemimpin yang berkarakter dan visioner. Ini karena DKI Jakarta telah tumbuh sebagai kota global, yang harus memainkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Keberadaan pemimpin yang berkarakter dan visioner sangat dibutuhkan bagi DKI Jakarta di masa mendatang karena hingga saat ini DKI Jakarta masih menghadapi sejumlah problem serius.

Dalam konteks itu, sangat diharapkan Pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012 mampu melahirkan suatu kepemimpinan yang visioner. Pertama, memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah visi yang kuat dan memiliki kepekaan terhadap misi institusi (jabatannya).

Ini berarti duet cagub-cawagub harus “peka” bahwa mereka itu adalah pengabdi dan pelayan masyarakat. Bukannya menjadikan kekuasaan yang diemban tersebut sebagai ajang untuk mengeruk kekayaan negara demi pemuasan terhadap kepentingan pribadi.
Kedua, senantiasa menghadirkan stimulasi intelektual. Artinya, duet cagub-cawagub selalu membantu masyarakatnya untuk mengenali ragam persoalan serta cara-cara untuk memecahkannya.

Duet cagub-cawagub seperti ini adalah pemimpin yang lebih banyak mendengar ketimbang memberikan instruksi. Layaknya reporter “sang pencari berita” yang senantiasa mencari tahu penyebab sebuah masalah untuk kemudian diuraikan solusi terbaiknya.

Ketiga, memiliki perhatian dan kepedulian terhadap setiap individu masyarakatnya. Duet cagub-cawagub selalu memberikan perhatian, kepada masyarakatnya untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya sendiri dan komunitasnya.

Artinya duet cagub-cawagub seperti ini tidaklah menganggap dirinya superior ketimbang yang lain. Ini karena di samping selalu bersama orang-orang “muda”, mereka juga menjiwai semangat kaum muda.

Keempat, senantiasa memberikan motivasi yang memberikan inspirasi bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal. Ciri dari pasangan cagub-cawagub adalah pribadi yang energik dan motivator ulung terhadap bawahan serta masyarakatnya dalam menghadapi pelbagai persoalan.

Kelima, mereka berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri, tidak selamanya tergantung pada sang pemimpin. Mereka menyadari bahwa tak selamanya mereka harus menjadi pemimpin yang abadi.

Mereka memandang pentingnya proses kaderisasi dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Kriteria ini mengandaikan bahwa pasangan cagub-cawagub bukanlah pasangan yang haus akan (periodisasi) kekuasaan. Ini karena mereka yakin bahwa generasi setelah mereka memiliki kapasitas untuk merekonstruksi kekhilafan yang pernah mereka perbuat.

Oleh karena itu, Pilkada DKI Jakarta 11 Juli 2012 nanti amanah rakyat haruslah diserahkan kepada mereka yang memiliki kompetensi, loyalitas, akseptabel, memiliki daya juang, keteladanan dan segala sifat baik dan pantas untuk diberikan amanah. Mengelola pemerintahan dibutuhkan sosok yang cerdas, komunikatif, tepercaya, jujur dan profesional.

Kesemuanya itu tentu harus berakar pada adanya nalar kepemimpinan visioner yang dijiwai oleh pasangan cagub-cawagub. Mungkin dari sanalah akan muncul pemimpin (baca: gubernur/wakil gubernur) yang mampu membawa perubahan DKI Jakarta ke arah yang lebih baik secara cepat dan tuntas. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar