Rabu, 27 Juni 2012

Dulu Sembunyi Sekarang Muncul


Dulu Sembunyi Sekarang Muncul
M Clara Wresti dan Imam Prihadiyoko ;  Wartawan KOMPAS
Sumber :  KOMPAS, 25 Juni 2012


Sosok Nachrowi Ramli (61) tidak banyak dikenal masyarakat. Kariernya di TNI AD Bidang Sandi Negara membuat Nachrowi jarang bersentuhan dengan masyarakat. Untuk itu, ketika Nachrowi dipasangkan dengan Fauzi Bowo untuk maju menjadi kepala daerah DKI Jakarta, banyak warga masyarakat yang tidak mengenal beliau.

Ayah empat putri ini sebenarnya tipe orang yang sangat ramah dan akrab. Setiap kali bicara, dari bibirnya selalu muncul senyuman. Dia pun menyebut dirinya sebagai Abang kepada lawan bicara. Nachrowi sangat akrab juga dengan teman-temannya. Dia bahkan termasuk orang yang gemar menghadiri reuni dengan teman-teman SMP dan SMA.

Namun, begitu bicara masalah sandi, mulutnya langsung terkunci. Tidak ada yang bisa digali darinya mengenai sandi. ”Sejak pertama kali terjun ke Sandi Negara hingga kini, istri saya saja tidak pernah masuk ke kamar sandi,” kata Ramli di rumah salah seorang anaknya di bilangan Condet, Jakarta Timur.

Kepala Lembaga Sandi Negara periode 2002-2008 ini memang lebih banyak berkiprah di balik layar. Ketika dia menjadi atase di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Mesir, dia pun disamarkan sebagai atase administrasi. Padahal, waktu itu Nachrowi sudah menjadi perwira Sandi Negara. Namun, selama enam tahun tinggal di Mesir, Nachrowi akrab dengan para mahasiswa Indonesia di sana. Rumahnya selalu terbuka lebar bagi semua mahasiswa yang rindu masakan Indonesia.

”Mereka mencari sambal. Di rumah saya selalu ada sambal soalnya itu makanan favorit saya. Makanya, setiap kali saya ke Jeddah, saya pasti belanja cabai, petai, biar bisa masak masakan Indonesia,” tutur Nachrowi.

Nachrowi, putra Betawi asli, sejak kecil tinggal di Gang Masjid, Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Ayahnya, H Ramli bin Miun, adalah seorang Laskar Rakyat yang kemudian bekerja di Percetakan Negara. Namun, setelah itu H Ramli keluar dari Percetakan Negara dan membuka usaha percetakan sendiri. Sejak itu, Nachrowi sering diminta membantu ayahnya menjual buku kuitansi dan bon hasil percetakan ke kawasan Senen dan Jatinegara. Selain itu, Nachrowi juga sering diminta untuk mengambil beras jatah ayahnya sebagai mantan Laskar Rakyat.

Saat Nachrowi duduk di kelas II SMP, ayahnya wafat, dan sebagai sulung dari lima bersaudara, Nachrowi harus ikut membantu mencari nafkah keluarga. Dia pun belajar menjadi penyalur kebutuhan pokok, seperti telur dan minyak goreng. Tidak heran, hingga saat ini Nachrowi bisa membedakan telur yang bagus dan jelek hanya dengan memegangnya.

”Kalau telur dingin, itu pasti busuk,” ungkap dia sedikit membuka rahasia.
Keberhasilan Nachrowi membuka warung kebutuhan pokok itu ternyata tidak membuatnya tertarik untuk meneruskan. Dia lebih tertarik untuk menjadi tentara karena melihat para veteran Laskar Rakyat. ”Setiap kali saya antre ambil beras, saya bertemu mereka. Saya melihat mereka sangat bangga dengan brevet dan lencana yang mereka dapatkan,” kenang Nachrowi.

Kenangan akan kebanggaan itu yang mendorong Nachrowi mendaftar ke Akabri tahun 1969. Dia pun lulus tahun 1973 dan satu angkatan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah itu, berdasarkan hasil psikotes, Nachrowi melanjutkan kursus dasar kecabangan teknik elektro di Pusat Pendidikan Perhubungan TNI AD di Cimahi, Jawa Barat. Di sana, untuk pertama kali ia belajar ilmu sandi. Nilainya untuk mata pelajaran itu sempurna, yakni seratus.

Penugasan pertama Nachrowi adalah sebagai perwira sandi di Badan Pelaksana Sandi (Balak Sandi) Mabes TNI AD di Jakarta. Karena nilainya bagus ketika mengikuti kursus perwira sandi di Sekolah Intelijen Strategis, ia ditunjuk mengikuti pendidikan di Akademi Sandi Negara tahun 1978. Ia merupakan satu-satunya tentara di antara 20 siswa angkatan keempat di akademi yang menerapkan sistem gugur per semester itu. Peserta lainnya dari kejaksaan dan lulusan SMA. Waktu itu, ia belum genap seminggu menjadi pengantin baru, menikahi gadis Alfina Evi Maria, yang dipacarinya selama lima tahun.

Nachrowi menyelesaikan pendidikan dalam waktu dua tahun dan lulus sebagai salah satu siswa terbaik sehingga berhak menyandang gelar Ahli Sandi Tingkat III—gelar yang langka waktu itu dan tingkat profesional ahli tertinggi di Republik Indonesia. Makin mantaplah ia berkarier sebagai perwira sandi, sebuah dunia yang punya aturan main sendiri, yakni berani tidak dikenal.

Kini, dengan mencalonkan diri sebagai wakil gubernur, Nachrowi tidak boleh lagi bersembunyi di balik layar. Dia harus tampil, berbagi tugas dengan Fauzi Bowo agar impiannya akan Jakarta bisa terwujud.

”Saya ingin membawa Jakarta lebih maju, lebih nyaman, dan lebih sejahtera dibandingkan dengan yang lalu. Untuk mewujudkannya, Jakarta butuh pemimpin yang kuat yang bisa mengayomi semua suku, agama, kelompok yang ada di Jakarta,” kata Nachrowi.

Pepatah Think Globally Act Locally, menurut dia, sangat cocok bagi siapa saja yang ingin memajukan wilayahnya. Namun, seorang pemimpin juga dituntut untuk mampu dan tepat menentukan prioritas. ”Ada banyak persoalan yang harus dibenahi di Jakarta. Kita semua mau bekerja membenahinya. Namun, kita harus tahu, yang mana dulu yang harus dibenahi,” ujarnya.

Untuk bisa menentukan prioritas pembenahan itu, Nachrowi menyatakan akan menjalin komunikasi timbal balik yang baik dengan Fauzi Bowo. Dia tidak mau peristiwa pecah kongsi antara Fauzi Bowo dan Prijanto terulang pada dirinya.

”Komunikasi yang baik adalah kuncinya. Harus ada pembagian tugas yang jelas. Namun, kalau tanggung jawab tidak boleh dibagi. Itu milik gubernur,” kata Nachrowi.

Bagi Nachrowi, sosok Fauzi bukanlah sosok yang asing. Mereka sudah sering bertemu dan berkomunikasi baik dalam fungsi Gubernur DKI Jakarta dan Kepala Lembaga Sandi Negara maupun di forum-forum masyarakat, seperti Badan Musyawarah Betawi, Forum Komunikasi Anak Betawi, Partai Demokrat, dan di forum-forum lainnya. Menurut Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini, hubungannya dengan Fauzi selama ini terjalin sangat baik.

Wawancara yang berlangsung sekitar satu jam terasa begitu cepat. Dengan sambutan yang ramah, hangat tetapi tegas, wawancara berjalan sangat lancar dan efektif. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar