Selasa, 05 Juni 2012

Ekonomi Hijau dan Kita


Ekonomi Hijau dan Kita
Balthasar Kambuaya ; Menteri Lingkungan Hidup
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 5 Juni 2012


PERMASALAHAN lingkungan hidup memiliki kesamaan dengan permasalahan ekonomi, yakni keduanya tanpa batas dapat melintasi seluruh negara di dunia. Dampak keduanya dapat dirasakan pada tiap negara hingga tingkat individu. Krisis finansial yang berawal di Amerika Serikat sekitar 2008 masih berlanjut hingga 2012 terutama di kawasan Eropa.
Tantangan lingkungan hidup terbesar dewasa ini ialah terjadinya perubahan iklim dan masih belum ada konsensus dunia untuk mengikat negara-negara dalam mengatasinya. 

Kedua permasalahan itu bukanlah suatu hal yang terpisah karena krisis akan mendorong pemikiranpemikiran, kebijakan, dan tindakan untuk mencapai solusinya. Sudah bukan eranya lagi tujuan ekonomi dan tujuan lingkungan hidup dipertentangkan, melainkan kini bersinergi yang tertuang dalam konsepsi ekonomi hijau dengan tujuan utamanya kesejahteraan umat manusia baik intergenerasi maupun antargenerasi.

Terkait dengan hal tersebut, United Nations Environment Programme menetapkan tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012 ialah Green economy: does it include you?. Tema itu menekankan pentingnya pelaksanaan ekonomi hijau oleh semua orang sesuai dengan proporsi masing-masing baik pada tingkatan global, nasional, hingga individu masing-masing.

Kunci dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup ialah peran serta semua komponen masyarakat. Untuk Indonesia temanya Ekonomi hijau: ubah perilaku, tingkatkan kualitas lingkungan. Makna utama tema itu ialah pentingnya melakukan perubahan paradigma dan juga perilaku kita untuk selalu mengambil setiap kesempatan dalam mencari informasi, belajar dan melakukan tindakan demi melindungi dan mengelola lingkungan hidup.

Sedikitnya ekonomi hijau memiliki empat unsur, yaitu (1) pengentasan rakyat dari kemiskinan, (2) pekerjaan yang layak, (3) pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan (4) internalisasi lingkungan dalam semua aktivitas pembangunan. Hal itu sesuai dengan arah pembangunan kita dengan empat pilarnya, yaitu pro-poor, pro-jobs, pro-growth, and pro-environment. Dengan begitu, ekonomi hijau yang dimaksud di sini ialah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan kesetaraan sosial yang juga dimaksudkan untuk mengurangi risiko kerusakan lingkungan.

Pada tataran nasional, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK (gas rumah kaca) dari kondisi business as usual sebesar 26% pada 2020 dengan upaya sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional. Penurunan emisi GRK menuntun arah pembangunan yang rendah karbon yang seiring dengan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Pada tataran lingkungan warga, telah diperkenalkan pula Program Bank Sampah, yaitu turunan dari konsep 3R (reduce, reuse, and recycle) berupa sistem yang menyerupai konsep perbankan dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber pendapatan atau dengan slogannya berupa from trash to cash (dari sampah jadi rupiah). Telah terbentuk 651 bank sampah di berbagai kota dengan sampah terolah sekitar 1.500 ton/bulan yang mencapai omzet hampir 1 miliar/bulan dengan melibatkan 4.500 pekerja.

Hal itu tentu sangat luar biasa karena merupakan contoh nyata bahwa dengan menyelamatkan lingkungan, kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat meningkat.
Hal yang sangat penting pula dalam konteks ekonomi hijau itu ialah Indonesia sebagai negara megabiodiversitas dapat menempatkan keanekaragaman hayati kita sebagai modal utama bagi pembangunan yang merupakan sember pangan, energi, dan bahan baku.

Potensi hal itu semakin tinggi dengan adanya Protokol Nagoya yang merupakan kesepakatan internasional untuk mengatur pemberian akses dan keuntungan secara adil atas pemanfaatan kenakeragaman hayati berupa sumber daya genetik serta pengetahuan tradisionalnya. Sedikitnya, nilai sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional terkait setiap tahunnya dapat mencapai US$500 miliar-US$800 mi liar dan khusus untuk hutan, nilainya dua kali lipat dari produk kayu.

Pembangunan berkelanjutan dengan ketiga pilarnya, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, merupakan konsepsi utuh sebagai pilihan terbaik bagi pembangunan di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Tahun ini bertepatan dengan 20 tahun pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal dengan Rio +20. Konferensi ini akan berlangsung pada pertengahan Juni 2012 untuk memperkuat komitmen global dalam implementasi pembangunan berkelanjutan pada semua tingkatan.

Upaya global tersebut akan sia-sia tanpa keterlibatan kita semua. Kita dapat berbuat sesuai dengan proporsi kita, mulai sekarang. Misalnya, dengan bersepeda sebagai moda transportasi alternatif, menanam pohon yang tentunya diiringi dengan pemeliharaannya, pembuatan biopori untuk menambah cadangan air tanah, dan memilah sampah dan hemat energi. Mari bersama-sama kita mewujudkan keadilan sosial melalui pembangunan berkelanjutan yang menjadikan ekonomi hijau sebagai motor utamanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar