Senin, 18 Juni 2012

Fantasi Indonesia Bebas Pasung


Fantasi Indonesia Bebas Pasung
Nova Riyanti Yusuf ; Wakil Ketua Komisi IX DPR RI,
Anggota Fraksi Partai Demokrat
Sumber :  SINDO, 18 Juni 2012


Menteri kesehatan Republik Indonesia yang baru telah dilantik. Sebuah imperasi untuk mengingatkan kembali beberapa perjuangan almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, kepada menteri kesehatan yang baru, selaku penerus perjuangan almarhumah.

Kementerian Kesehatan telah menyusun sebuah peta jalan (roadmap) menuju Indonesia Bebas Pasung 2014 yang kemudian diikuti dengan pencanangan program “Indonesia Bebas Pasung 2014” oleh menteri kesehatan Republik Indonesia pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada 10 Oktober 2011. Mungkin bagi masyarakat awam di Indonesia, kesadaran tentang jumlah dan pedihnya kasus pemasungan masih merupakan sebuah fakta yang sayup-sayup.

Fakta sayupsayup tersebut memang belum bisa dibuktikan dengan data akurat tentang jumlah korban pasung di Indonesia. Sebuah media massa memperkirakan bahwa tidak kurang dari 18.800 orang mengalami pemasungan di berbagai daerah di Indonesia. Anggapan sebagian orang bahwa pasung dan penelantaran hanya terjadi di pedesaan juga bisa dipatahkan. Pemasungan tidak hanya terjadi karena akses yang sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Jika di pedesaan penderita dipasung di halaman belakang rumah, di perkotaan penderita dikurung di dalam kamar untuk menutupi rasa malu keluarga. Fenomena ini pun dikapitalisasi oleh beberapa media asing yang mengulas secara mendalam tentang lemahnya sistem pelayanan kesehatan jiwa nasional Indonesia sehingga begitu rentan terjadi kasus pelanggaran hak asasi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) seperti kasus pemasungan.

The Sydney Morning Herald menayangkan sebuah pemberitaan berjudul “The Face of Indonesia’s Shame” pada 19 Juni 2010. Setahun kemudian PBS News Hour juga tidak mau ketinggalan, menyuguhkan sebuah tayangan berita berjudul “Indonesia’s Mentally Ill Face Neglect, Mistreatment” pada 18 Juli 2011.

Mengenal Pemasungan

Pemasungan diartikan sebagai segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan fisik walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan. Pemasungan di Indonesia telah dilarang sejak 1977 dengan surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15 tanggal 11 November 1977.

Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 149 mengamanatkan bahwa penderita gangguan jiwa yang telantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat, termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan gangguan jiwa untuk masyarakat miskin. Data dan informasi mengenai kasus pemasungan sangat sedikit sepanjang 2008-2009 hanya terdapat dua penelitian kasus pemasungan yang dipublikasikan yaitu kasus pemasungan di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan di Kabupaten Bireuen,Nanggroe Aceh Darussalam.

Hasil penggabungan dan analisis datadata dari kedua penelitian tersebut (49 kasus) didapatkan bahwa 89,7% orang yang dipasung adalah mereka yang mengalami gangguan skizofrenia, 69,4% di antaranya pernah mendapatkan penanganan salah dari layanan kesehatan jiwa sedikitnya satu kali.Lebih dari 85% kasus pemasungan diputuskan oleh keluarga.

Data penting lainnya dari kedua penelitian tersebut adalah kenyataan bahwa kasus pemasungan terjadi oleh karena 1) kurangnya ketersediaan layanan kesehatan jiwa di masyarakat, 2) tidak ada kesinambungan program layanan antara rumah sakit dan komunitas, 3) stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat akan masalah kesehatan jiwa, 4) kurangnya dukungan keluarga, dan 5) kurangnya dukungan pemerintah terutama terkait hukum, kebijakan, dan sistem pembiayaan yang adekuat.

Ilustrasi Kasus

Penduduk Provinsi NTB berjumlah sekitar 4.500.212 jiwa dengan perkiraan jumlah penderita gangguan jiwa berat sekitar 0,99% atau sekitar 30.800 jiwa.Fasilitas kesehatan jiwa yang tersedia di Provinsi NTB adalah RSJ provinsi dengan kapasitas 100 tempat tidur, panti sosial Suka Waras Lombok Tengah dengan kapasitas 100 tempat tidur, dan puskesmas di Lombok Timur dengan kapasitas 65 tempat tidur, sehingga total 265 tempat tidur.

Saat ini belum ada pelayanan kesehatan jiwa di RSUD NTB. Treatment gap mencapai lebih dari 99%. Coverage pelayanan kesehatan jiwa hanya sekitar 0,86%. Dinas Kesehatan NTB baru mulai melakukan pendataan terhadap kasus pemasungan di wilayahnya sehingga hasil dari pendataan tersebut belum dapat diperoleh. Keterbatasan dana menyulitkan dinas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan jiwa secara maksimal.

Namun, inisiatif pun datang dari RSJ Provinsi NTB yang telah menyiapkan pilot project pelayanan kesehatan jiwa komunitas dengan melakukan berbagai pelatihan terhadap tenaga kesehatan di tingkat puskesmas. Saat ini ada 8 dokter, 21 perawat, dan 10 kader yang telah mendapatkan pelatihan pelayanan kesehatan jiwa dari RSJ Provinsi NTB.

Dengan latar belakang tersebut, Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan lapangan spesifik ke Nusa Tenggara Barat untuk melihat langsung kasus pemasungan terhadap ODMK. Bahkan ikut membebaskan seorang pria berusia 36 tahun korban pemasungan selama 14 tahun di Keruak, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Setelah bernegosiasi dengan keluarga ODMK, RSJ Provinsi NTB,dinas kesehatan, dan puskesmas setempat, akhirnya Komisi IX DPR RI dapat membebaskan korban pemasungan dan langsung dibawa dengan ambulans ke RSJ Provinsi NTB.

NTB hanyalah sebagai sebuah ilustrasi kasus. Harus ada upaya serentak secara nasional untuk melakukan sosialisasi peta jalan (roadmap) program “Indonesia Bebas Pasung 2014” kepada seluruh rumah sakit jiwa, dinas kesehatan, tenaga kesehatan terkait, dan masyarakat luas. Menjadi semakin darurat pada daerah yang tidak memiliki rumah sakit jiwa.

Upaya ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Kesehatan, terutama Direktorat Bina Kesehatan Jiwa (Ditkeswa) selaku unit teknis pelayanan kesehatan jiwa untuk menjadi ujung tombak. Keberhasilan program ini sekaligus akan menjadi proyeksi terciptanya sistem kesehatan jiwa nasional yang saat ini masih sebatas fantasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar