Kamis, 14 Juni 2012

Hukum Harus Diskriminatif?

Hukum Harus Diskriminatif?
Janedjri M Gaffar ; Kandidat Doktor Ilmu Hukum pada Universitas Diponegoro
Sumber :  SINDO, 14 Juni 2012


“Hukum Harus Diskriminatif”, judul artikel Profesor Denny Indrayana di SINDO (12/6) sungguh mengundang rasa penasaran untuk membaca dan memahami. Kita yang sudah sangat akrab dan meyakini prinsip equality before the law tertarik dengan pernyataan baru yang diametral.

Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa agar hukum menjadi adil, adakalanya harus diberlakukan secara diskriminatif. Diberikan berbagai contoh, baik berupa kebijakan hukum maupun putusan hukum yang bersifat diskriminatif yang justru diperlukan untuk mewujudkan persamaan di hadapan hukum. Ide dasar tulisan tersebut dapat diterima, tapi perlu ada pemilahan dan penegasan sehingga tidak mengaburkan hal yang bersifat prinsip dengan pengecualian, antara tataran normatif dan putusan konkret.

Persamaan di hadapan hukum sudah diterima secara universal sebagai salah satu prinsip utama negara hukum. Prinsip ini lahir sebagai manifestasi sekaligus bentuk jaminan terhadap hak asasi manusia. Asumsi dasar hak asasi manusia adalah bahwa setiap manusia dilahirkan sama dan sederajat sehingga harus mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang sama pula. Di hadapan hukum semua manusia harus diperlakukan sama sebagai pribadi hukum dengan segala hak dan kewajibannya.

Artikel 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan: All are equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of this Declaration and against any incitement to such discrimination.

Dalam konstitusi kita, jaminan persamaan di hadapan hukum ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sedangkan jaminan perlindungan dari diskriminasi diatur dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Pernyataan persamaan di hadapan hukum mengandung konsekuensi tidak hanya setiap orang dalam kondisi yang sama berhak atas perlindungan hukum yang sama atau terhadap orang yang melakukan tindakan pelanggaran hukum yang sama dikenakan ancaman hukuman yang sama, tetapi juga mengandung konsekuensi dalam proses penegakan hukum. Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan hukum yang sama.

Hal ini diterjemahkan antara lain berupa kewajiban hakim mendengar dan memperlakukan para pihak secara seimbang (audi et alteram partem) serta hak yang sama untuk memperoleh keadilan (access to justice) melalui akses yang sama untuk memperoleh pembela umum (access to legal counsel). Tanpa ada persamaan di hadapan hukum, akan terjadi kesewenang-wenangan.

Jika ada sekelompok orang yang dinilai sebagai pribadi hukum dan di sisi lain tidak diakui sebagai pribadi hukum, hal itu telah mendegradasikan kemanusiaan dan dengan sendirinya perlindungan terhadap hak asasi manusia tidak dapat dilakukan. Tanpa ada persamaan di hadapan hukum, hukum akan kehilangan fungsi prediktif agar dapat dijadikan pedoman dalam bertindak. Karena itu, tanpa ada persamaan di hadapan hukum, keadilan tidak akan pernah tercapai, demikian pula halnya dengan kepastian dan kemanfaatan.

Ini hal prinsipil yang tidak boleh dikesampingkan. Untuk mencapai keadilan, kata “persamaan” harus diartikan secara substantif dan tidak dilepaskan dari asumsi awal yang mendasari bahwa semua manusia dilahirkan sama dan sederajat. Artinya, persamaan di hadapan hukum menghendaki prasyarat suatu kondisi yang sama seperti saat manusia dilahirkan. Inilah sesungguhnya kondisi yang diidealkan.

Dengan begitu, persamaan di hadapan hukum memang harus dimaknai sebagai persamaan terhadap subjek dengan kondisi yang sama. Sebaliknya, diskriminasi adalah perlakuan berbeda terhadap kondisi dan subjek yang sama. Realitas menunjukkan bahwa persamaan dan kesederajatan manusia tidak terwujud begitu saja karena kelahirannya sebagai manusia. Kondisi sosial ekonomi kadang kala melahirkan perbedaan yang terhadapnya tentu tidak dapat diterapkan hukum yang sama.

Sebaliknya, hukum harus menjadi instrumen untuk mewujudkan persamaan melalui kebijakan affirmative actions. Hukum yang demikian sesungguhnya tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang diskriminatif karena bukan memperlakukan berbeda terhadap yang sama,melainkan justru bersifat adil karena memperlakukan berbeda terhadap hal yang berbeda. Hukum ini juga bersifat pengecualian, dalam arti tidak dapat diperlakukan secara terus-menerus dan di semua tempat dan kondisi.

Tentu saja perbedaan perlakuan harus dihentikan pada saat sudah tercapai persamaan atau sudah terjadi perubahan kondisi dari subjek hukum tertentu. Pemberian kuota perempuan di parlemen misalnya tentu harus dihentikan karena menjadi diskriminatif negatif pada saat kondisi sosial sudah mengakui dan menempatkan perempuan sama dengan kaum pria.

Pemberian bantuan hukum terhadap orang tertentu juga harus dihentikan pada saat orang tersebut telah memiliki kekuatan untuk secara mandiri mengakses keadilan melalui jasa advokat. Prinsip persamaan di hadapan hukum dalam penegakan hukum juga tidak dapat dimaknai bahwa terhadap pelanggaran hukum yang sama harus selalu dijatuhi hukuman yang sama. Persamaan tidak boleh dimaknai hanya dari aspek normatif kategorial.

Proses memeriksa dan memutus perkara adalah proses menemukan fakta suatu peristiwa dan menerapkan norma terhadap fakta tersebut. Setiap peristiwa hukum memiliki latar kondisi dan karakteristik yang berbeda sehingga tidak selalu dijatuhi hukuman yang sama walaupun masuk dalam kategori delik yang sama. Latar kondisi dan karakteristik sangat penting karena menentukan tingkat kesalahan dan permakluman yang dapat diberikan.

Dengan demikian, penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap pelanggaran yang sama tidak dapat dikatakan sebagai hukum yang diskriminatif. Sama halnya dengan perbedaan pemberian remisi terhadap narapidana yang harus dilihat kasus per kasus sesuai peristiwa kejahatan yang dilakukan dan kondisi dari narapidana yang mengajukan itu sendiri.

Sebaliknya, hal itu wujud nyata dari prinsip persamaan di hadapan hukum untuk mencapai keadilan. Keadilan adalah memperlakukan secara sama terhadap hal yang sama, dan memperlakukan berbeda terhadap hal yang memang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar