Senin, 04 Juni 2012

Ke Mana Arah Rupiah?


Ke Mana Arah Rupiah?
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi
SUMBER :  SINDO, 4 Juni 2012


Pekan lalu, rupiah membuat pusing banyak orang. Mata uang kita tersebut tiba-tiba melemah.Keadaan ini akhirnya ditanggapi dengan berbagai langkah yang akhirnya membuat banyak orang mengalami kerepotan untuk melakukan prediksi dan bahkan di sana-sini juga untuk melakukan transaksi.

Sebetulnya bagaimana situasi mata uang kita tersebut? Saya selalu menengok fundamental perekonomian, terutama yang berkaitan dengan perkembangan nilai tukar rupiah.Dalam hal ini saya tetap meyakini, fundamental perekonomian Indonesia sesungguhnya sangat kuat dan yang sering saya sampaikan, justru sedang baik-baiknya. Benar perekonomian Indonesia pasti tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global. Namun, sampai saat ini pengaruh itu bisa dikatakan masih relatif kecil.

Dari sisi neraca pembayaran secara keseluruhan, perekonomian Indonesia masih bisa dikatakan memiliki keseimbangan yang cukup.Ekspor masih meningkat dibandingkan tahun sebelumnya meski tentu dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Pertumbuhan ekspor yang lebih rendah ini bagaimanapun masih bisa dikatakan suatu prestasi di tengah krisisperekonomian Eropa saat ini. Sementara itu impor memang meningkat tinggi.Dalam perekonomian yang tumbuh cukup tinggi, peningkatan impor memang merupakan salah satu konsekuensi.

Terlebih lagi peningkatan ini terjadi di tengah maraknya kegiatan investasi di Indonesia, terutama yang berasal dari penanaman modal asing. Ini berarti setiap kali terjadi impor mesin-mesin, misalnya, oleh perusahaan PMA, kegiatan tersebut akan meningkatkan impor. Kendati demikian, pada saat yang sama, di sisi lain dari neraca pembayaran terdapat pencatatan aliran modal PMA. Ini berarti, kenaikan impor tersebut sebetulnya hanyalah “pemindahan fasilitas produksi” oleh perusahaan PMA, baik itu fasilitas baru maupun bekas.

Dengan melihat hal ini, sementara data pemasukan modal PMA selama kuartal 3 dan 4 tahun 2011, yang masingmasing berjumlah lebih dari USD10 miliar, sebetulnya impor sejumlah itulah yang mestinya “dikurangi” dari neraca perdagangannya. Dengan demikian akan diperoleh angka perdagangan yang sebenarnya. Dengan melihat perkembangan itu secara keseluruhan serta sangat kuatnya persediaan cadangan devisa Indonesia, bisa dikatakan dari sisi eksternal perekonomian Indonesia masih kuat. Ini berarti dari sisi ini sebetulnya tidak ada alasan sama sekali terjadinya pelemahan nilai rupiah.

Dari sisi keuangan pemerintah, faktor yang telah menjatuhkan beberapa negara Eropa ke dalam krisis besar, kita pun masih memiliki kekuatan yang bisa diandalkan.APBN-P kita memang direncanakan mengalami defisit 2,23% atau sekitar Rp195 triliun.Namun,dengan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, defisit tersebut pasti akan terpangkas lantaran daya serap penggunaan anggaran dari birokrasi kita sangat terbatas. Menurut prediksi saya, defisit kira-kira akan berjumlah 1,5% produk domestik bruto (PDB).

Defisit sebesar 2,23% yang ditetapkan dalam APBN-P tersebut disebabkan kenaikan harga minyak dunia, sementara pemerintah terikat tangannya untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di dalam negeri. Sebagai akibatnya, jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah meningkat. Meskipun dilakukan berbagai langkah pengetatan subsidi, perkembangan ekonomi yang kita miliki saat ini jelas akan menghasilkan kenaikan kebutuhan BBM sehingga subsidi pun tentu sangat sulit untuk ditekan serendah mungkin.

Defisit sebesar itu pada akhirnya memang akan dibiayai sebagian dengan utang pemerintah.Secara keseluruhan, utang pemerintah di akhir 2012 akan berada di bawah Rp2.000 triliun, kemungkinan di sekitar Rp1.950 triliun. Jika dibandingkan dengan PDB Indonesia pada 2012 ini, yang saya prediksi akan berada di sekitar Rp8.500 triliun, rasio utang terhadap PDB Indonesia akan berada di bawah 23%. Rasio ini masih mengalami penurunan. Sementara itu, sebagian dari utang pemerintah tersebut juga berada di tangan Bank Indonesia.

Jika intraagency holding ini dikurangkan, jumlah rasio utang pemerintah bersih terhadap PDB akan berada pada level di sekitar 20%.Utang pemerintah itu juga terjadi pada saat pemerintah dewasa ini memiliki dana menganggur di Bank Indonesia dan bank-bank komersial sekitar Rp300 triliun. Jika ini dikurangkan lagi,rasio utang pemerintah terhadap PDB berada di sekitar 16%. Angka ini jauh di bawah Yunani yang mencapai sekitar 170% dan bahkan Pemerintah Jepang yang saat ini di sekitar 240%.

Dari sisi likuiditas, adanya bantalan fiskal sebesar Rp300 triliun yang dimiliki pemerintah akan memungkinkan pemerintah bergerak bebas memanfaatkan keuangannya untuk membiayai pengeluaran. Tidak perlu ada kekhawatiran sedikit pun mengenai hal ini. Itulah sebabnya, minggu lalu, saya justru mempertanyakan urgensi pembentukan pinjaman siaga pemerintah sebesar USD5 miliar. Apa pun, karena ini sudah keputusan pemerintah, kita hanya bisa memahami langkah tersebut diambil supaya kepercayaan diri kita menjadi lebih tinggi.

Dengan latar belakang tersebut, serta solidnya perbankan maupun sektor riil (dunia usaha dan sebagainya), tidak ada satu pun alasan yang bisa menyebabkan pelemahan nilai rupiah. Ini berarti nilai rupiah yang melemah tersebut lebih disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan psikologi pasar maupun penanganan fluktuasinya.Pernyataan Bank Indonesia bahwa rupiah akan dibawa kembali pada area Rp9.100 sampai Rp9.300 rasanya akan dapat dilakukan.

Bank Indonesia sangat mengetahui peta kebutuhan devisa kita, sangat mengetahui siapa pemain yang benar dan siapa yang spekulatif sehingga pada dasarnya jika mereka mengatakan hal tersebut, mestinya mereka memiliki alasan yang kuat untuk itu.Terlebih lagi dengan cadangan devisa yang kuat, serta kemampuan untuk menarik pinjaman siaga, pada akhirnya kita akan melihat pergerakan rupiah yang lebih baik di minggu-minggu mendatang.

Menurut hemat saya, rupiah akan kembali menguat. Saya bahkan meyakini, kekuatan rupiah kita sebetulnya mampu menempatkannya pada koridor di bawah Rp 9.000. Kita lihat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar