Mempertanyakan
Kesungguhan Memberantas Korupsi
(
Wawancara )
Muhammad Yusuf ; Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan
SUMBER : KOMPAS, 09
Juni 2012
Baru sekitar enam bulan menjabat sebagai
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Muhammad Yusuf membuat
sejumlah gebrakan untuk membuat para koruptor bergidik.
Yusuf tanpa takut membeberkan 2.000 transaksi
mencurigakan yang melibatkan anggota DPR yang tergabung dalam Badan Anggaran
(Banggar). Dari sekitar 1.000 transaksi yang telah dianalisis, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghasilkan 10 laporan hasil analisis
(LHA) terindikasi korupsi yang melibatkan 10 anggota Banggar. Laporan itu telah
disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti.
PPATK di bawah Yusuf juga sangat berperan
membantu penegak hukum mengungkapkan sejumlah kasus seperti kasus mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan pegawai Pajak Dhana
Widyatmika.
Pria kelahiran 50 tahun silam ini pula yang
mengusulkan agar pengangkatan pejabat eselon I dan II juga direksi BUMN meminta
rekomendasi PPATK. Lembaga ini akan melihat di database-nya, apakah calon
pejabat yang akan diangkat pernah memiliki transaksi mencurigakan atau tidak.
Aturan ini kemudian disetujui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dan telah diterapkan.
Apa target Anda sebagai Kepala PPATK?
Saya ingin mengoptimalkan peran dan fungsi
PPATK sebagai lembaga pencegah dan pemberantas kejahatan. Kami sebenarnya
berharap bisa diberi wewenang penyelidikan di mana kami bisa memanggil dan
memeriksa orang. Tetapi tidak dikasih. Padahal, kalau punya wewenang itu, hasil
laporan analisis yang kami sampaikan ke lembaga penegak hukum akan seperti
berkas perkara, lengkap dengan keterangan saksi-saksi. Dengan demikian, penegak
hukum lebih mudah menindaklanjutinya. Kendati demikian, kami akan tetap bekerja
maksimal. Saya bermimpi, korupsi di negeri ini bisa berkurang signifikan.
Apa saja yang telah Anda lakukan dalam
membantu pemberantasan korupsi?
Selain memberikan rekomendasi dalam
pengangkatan pejabat dan direksi BUMN, saya kini tengah mengusulkan kepada
Menteri Keuangan dan Gubernur BI agar mengeluarkan aturan mengenai pembatasan
penarikan tunai dari bank. Misalnya, penarikan tunai dari bank maksimal Rp 100.
Jika nasabah ingin bertransaksi lebih dari itu, maka selebihnya harus dilakukan
dengan transfer. Cara ini bisa menutup peluang praktik suap-menyuap menggunakan
uang tunai. Di sisi lain, orang didorong menggunakan transfer agar mudah
dilacak jika diketahui ada indikasi pidana. Saya mengusulkan agar aturan ini
dimasukkan dalam Peraturan Bank Indonesia atau UU BI. Namun, aturan ini belum
juga diterbitkan. Padahal, dengan cara ini, saya yakin, korupsi bisa ditekan hingga
70 persen.
Bagaimana respons penegak hukum atas
laporan PPATK?
Sejujurnya, respons penegak hukum masih
rendah, terutama kepolisian. Dari 1.960 LHA, yang direspons hanya 957 LHA.
Laporan PPATK tidak ditindaklanjuti kemungkinan karena penegak hukum kesulitan
mencari alat bukti atau ada ganjalan psikologis. Kalau memang pemilik rekening
tidak bisa diproses secara hukum, penyidik sekurang-kurangnya bisa mengenakan
pajak dan denda pada rekening-rekening gendut. Kami mengusulkan penyidik
menggandeng Ditjen Pajak untuk menentukan pajak dan dendanya. Sebab, dana pada
rekening gendut biasanya tak dilaporkan sehingga tidak terkena pajak.
Jika penyidik tidak menindaklanjuti laporan
kami, tolong kami diberi tahu apa kekurangannya, jangan dibiarkan begitu saja.
Ini tergantung pada semangat dan kesungguhan penegak hukum dalam upaya mereka
memberantas korupsi.
Apa upaya PPATK mendorong penggunaan UU
pencucian uang?
Saya juga heran, khususnya kepada KPK yang
belum mau menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat
koruptor. Saya telah mendatangi KPK dua kali untuk mendorong hal ini. Banyak
untungnya bagi penyidik jika menggunakan UU TPPU. Selain pembuktiannya mudah,
penyidik juga bisa menjerat semua orang yang menikmati dana hasil korupsi. Jadi
akan ada aspek keadilan, pencegahan, dan penjeraan jika UU TPPU digunakan KPK. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar