Senin, 25 Juni 2012

Menanam Pohon Cermin Harkat Manusia


Menanam Pohon Cermin Harkat Manusia
Bedjo Santoso ;  Direktur Rehabilitasi Hutan dan Lahan, Kementerian Kehutanan
Sumber :  MEDIA INDONESIA, 23 Juni 2012


HARKAT martabat manusia akan semakin tinggi apabila kebajikan yang dibuatnya selama hidup di dunia bermanfaat bagi sesama makhluk hidup maupun lingkungannya. Kebajikan yang dimaksud adalah bentuk-bentuk kegiatan yang bermanfaat baik bagi manusia yang lain maupun alam.

Pada awal peradaban manusia hingga abad ke-19, pandangan antroposentrisme menjadi ciri yang menonjol hubungan manusia dengan lingkungannya. Pandangan antroposentrisme menempatkan manusia sebagai pusat atau penentu bagi lingkungan. Akibatnya sering dijumpai manusia dengan seenaknya mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan. Dengan demikian, tanpa disadari pandangan antroposentrisme membuat lingkungan rusak yang berakibat manusia sulit mempertahankan kehidupan secara layak.

Oleh karena itu, pada abad ke-20 sekarang telah bergeser suatu pandangan baru yang bernama ekosentrisme, yang memandang perlu adanya etika lingkungan dalam tatanan kehidupan yang berimbang dalam kehidupan di alam semesta.

Pada teori ekosentrisme menempatkan alam sebagai satu kesatuan sejajar dalam kehidupan manusia. Nilai atau har kat manusia bukan saja kebajikannya dengan Sang Pencipta, melainkan juga terhadap makhluk ciptaan-Nya termasuk alam semesta.

Mencermati berbagai kisah masa lalu kita dapat memahami pandangan ekosentrisme seperti kisah Nabi Nuh AS, yang mengumpulkan seluruh hewan untuk dinaikkan ke bahtera yang dibuatnya untuk kelangsungan generasi hewan-hewan tersebut.

Selanjutnya kisah seorang Nabi Sulaiman AS yang mengerti bahasa hewan. Untuk menghormati hewan yang bernama semut, beliau dengan cepat menghentikan langkah balatentaranya agar tidak menginjak-injak semut tersebut.

Cerita-cerita ini memberikan pesan kepada manusia agar melakukan kebajikan yang dapat mengangkat harkat manusia, baik kepada Sang Pencipta maupun kepada sesama ciptaan-Nya, baik manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Salah satu kebajikan yang ingin kita angkat adalah menanam pohon.

Sewaktu kecil penulis sempat bertanya kepada ibu, mengapa kita menanam pohon mangga, rambutan, kelapa dan lain-lain yang semuanya berumur panjang dan mustahil buahnya dapat kita petik dalam waktu dekat? Padahal rumah dan pekarangannya yang ditempati adalah milik dinas (bukan rumah sendiri) yang dalam jangka waktu kurang dari dua tahun harus ditinggalkan untuk pindah tugas di tempat lain. Ibu hanya menjawab nanti jika hasilnya dimanfaatkan orang lain, pahalanya akan mengalir kepada kita yang menanamnya.

Harkat Manusia

Sekarang baru penulis mengerti bahwa menanam pohon adalah salah satu bentuk kebajikan terhadap seluruh makhluk dan lingkungan alam. Menanam pohon merupakan suatu aktivitas yang mencerminkan harkat manusia karena di dalam agama, menanam pohon adalah salah satu pahala yang terus mengalir jika pohon-pohon yang kita tanam tadi terus memberikan manfaat, walaupun kita telah tiada (wafat).

Dari sebatang pohon banyak ilham-ilham yang telah tumbuh. Salah satu istilah adalah banyak pohon banyak rezeki, yaitu istilah yang telah banyak dibuktikan benar adanya. Semisal hutan rakyat di Pulau Jawa telah membuktikan dengan menanam pohon telah dapat meningkatkan kehidupan ekonomi mereka untuk membiayai anak sekolah, biaya hajatan, bahkan banyak mendapat julukan haji sengon, haji jati, atau haji jabon.

Di samping itu, menanam pohon secara tidak langsung juga merupakan cerminan dari rasa cinta lingkungan. Menanam pohon telah membuat suatu areal tandus menjadi hijau, meningkatkan kualitas lingkungan, memperbaiki tata air, dan memperbanyak penyerapan karbon. Sungguh banyak dampak positif yang diperoleh dari menanam pohon yang tadinya hanya sebatas untuk memperbaiki ekonomi.

Menaman pohon adalah bentuk etika lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai ekosentrisme. Allah SWT menurunkan manusia sebagai khalifah, bukan sebagai penguras sumber daya, melainkan pengelola sumber daya. Artinya menikmati sumber daya dengan tetap menjaga kelangsungan sumber daya tersebut. Satu pohon yang kita tanam sangat berarti bagi kelangsungan generasi berikutnya. Bayangkan jika yang ditanam seratus bahkan seribu pohon.

Program-program yang sekarang sedang digerakkan pemerintah terkait penanaman pohon adalah bentuk kegiatan moral yang secara tidak langsung ikut meningkatkan harkat rakyat Indonesia. Bentukbentuk pesan moral tersebut memang cukup sederhana, tapi jika kita renungkan amatlah berarti bagi hidup dan kehidupan di bumi ini.

Kemaslahatan Bersama

Bayangkanlah jika tidak ada keinginan kita untuk menanam pohon, bagaimana generasi kita ke depan. Allah SWT memang telah menciptakan bumi ini dengan keseimbangan yang alami. Namun kita sebagai khalifah tetap dituntut menjaga apa-apa yang telah Dia ciptakan untuk kita demi kemaslahatan bersama.

Mari kita lihat sebuah ilustrasi sederhana. Seorang petani mangrove di wilayah terpencil, tanpa listrik sehingga tidak dapat menonton televisi, namun dia giat menjaga lingkungan dengan menaman bakau untuk kelangsungan hidupnya dalam mencari hasil laut. Secara tidak sengaja dia telah menorehkan nilai kebajikan dan pahala yang banyak karena apa yang dia lakukan bukan hanya bermanfaat baginya saat itu, tapi juga bagi orang lain dan bagi generasi yang akan datang. Walau dia tidak berdasi dan bersafari, bahkan tidak beralas kaki, cerminan nilai/harkatnya sebagai manusia sangat berarti, tak dapat ditukar dengan sebuah Ferarri.

Lalu bagaimana kita dalam aktivitas penanaman pohon? Kita harus bersyukur sebagai bangsa Indonesia. Karena sejak dahulu kala nenek moyang telah memberikan contoh kearifan dalam menanam pohon. Dalam cerita Babat Alas Jawa, masyarakat khususnya di Pulau Jawa membuka hutan alam lalu menanami kembali dengan tanaman yang lebih produktif, yakni pohon jati (Tectona grandis).

Dalam memahami kegiatan babat alas saat itu, paling tidak terdapat 2 (dua) maksud utama yaitu pertama perluasan tempat tinggal yang merupakan ke butuhan hakiki manusia yang tidak bisa diabaikan. Kedua, peningkatan nilai tambah lahan yang dalam perkembangan pemenuhan kebutuhan manusia merupakan keniscayaan.

Oleh karena itu, saat sekarang pemerintah memiliki kawasan hutan tanaman jati di Jawa, dan masyarakat memiliki budaya menanam pohon sebagai topangan kehidupan dalam meningkatkan harkat martabat secara nyata dan lebih baik. Sekarang, berdasarkan kenyataan tersebut, Indonesia melalui Inpres Nomor 24 Tahun 2008 menetapkan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional, serta telah memiliki program nasional berupa Gerakan Penanaman Pohon yang selama tiga tahun terakhir ditargetkan 1 miliar pohon per tahun.

Dengan demikian dalam mewujudkan harkat martabat bangsa masa kini maka tanpa atau dengan campur tangan bantuan luar negeri pun Indonesia tetap menanam pohon.
Mari kita sama-sama lestarikan hijaunya alam yang telah dianugerahkan kepada kita. Kita pertahankan biodiversitas flora yang ada di negara ini dengan menggiatkan gerakan menanam pohon. Bukan untuk kita sekarang, melainkan untuk generasi kita yang akan datang. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar