Rabu, 20 Juni 2012

Mutasi Buatan Virus H5NI seperti Madu dan Racun


Mutasi Buatan Virus H5N1 seperti Madu dan Racun
Mangku S ; Pengamat Kesehatan Anggota PDHI dan IDI
Sumber :  SINAR HARAPAN, 19 Juni 2012


Berbagai pemberitaan menyebutkan bahwa Jepang telah menemukan cara untuk membuat virus sebagai hasil mutasi buatan untuk virus H5N1, yang dapat ditularkan antarmamalia/manusia. Bila hal itu benar adanya, virus temuan itu akan jauh lebih berbahaya dibandingkan pola penularan flu burung sebelumnya, yakni dari unggas ke manusia.

Ini karena isu yang membuat dunia khawatir pada hari ini adalah mutasi alami virus H5N1 penyebab flu burung yang akan menular antarmanusia. Kalau itu terjadi morbidity dan mortality rate yang tinggi akan ditakuti umat manusia!

Sebagaimana kita semua tahu, pertama sekali penyakit flu burung dijumpai di Italia oleh Peroncinto A 1878, dan ditularkan antara unggas. Baru pada 1967 oleh Bridges CB et al, 2002 di Hong Kong penyakit flu burung dengan virus penyebab: H5N1 ditularkan dari unggas ke manusia, korbannya 18 orang, enam di antaranya meninggal.

Dengan demikian, sesudah kurun 119 tahun penyakit flu burung dengan virus H5N1 telah menjadi penyakit bersifat zoonosis atau penyakit hewan yang ditularkan ke manusia atau sebaliknya.

Sejauh ini penularan penyakit bersifat zoonosis dibedakan menjadi: antarhewan, hewan ke manusia, manusia ke manusia atau antarmanusia, dan dapat pula dari manusia ke hewan disebut reverse zoonotic (Olcen R, 2003).

Saat ini, penyakit flu burung bersifat zoonosis dengan penularan: antarunggas dilanjutkan dari unggas ke manusia setop dan belum ditularkan antarmanusia.

Bahkan, secara laboratoris telah dapat ditularkan dari manusia kembali ke unggas sehingga virus H5N1 milik unggas, seperti dikatakan oleh Wurtrich B, 2003, merupakan jumping virus. Sampai saat ini virus H5N1 belum ditularkan antarmanusia, meski telah dijumpai pada unggas virus H5N1 mengalami minor mutation.

Menurut Warsito (2007) penyakit flu burung pada unggas di Indonesia telah tersebar di 30 provinsi tanpa diikuti gejala tertentu pada unggas, hanya terlihat pada penurunan produksi telur dan pertumbuhan lambat sampai menurun dan berujung pada kematian. Pada unggas yang mati, bila diperiksa menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian, virus H5N1 di Indonesia kembali menjadi milik unggas dan telah mengalami mutasi minor ke arah penurunan derajat mortality.

Selama 2012 sampai Mei lalu, kasus flu burung pada manusia yang confirm sejumlah enam dengan mortality rate 100 persen (Direktorat Zoonosis Kementerian Kesehatan, Mei 2012).

Jadi, sebenarnya ancaman flu burung baik pada unggas maupun pada manusia di Indonesia mengalami penurunan, tetapi pihak luar negeri selalu mempropagandakan akan adanya mutasi secara alami dari virus H5N1, adanya pandemi influenza ber-episentrum di Indonesia, sebab virus H5N1 dengan mortality rate tinggi. Faktanya, WHO pada 11 Juni 2009 mendeklarasikan bahwa telah terjadi pandemi influenza dengan penyebab: virus A H1N1 dan bukan virus H5N1.

Dengan demikian, vaksin flu burung dengan seed virus H5N1 pada manusia tidak bermanfaat untuk menghadapi pandemi influenza.

Saat ini laboratorium Avian Influenza Research Centre milik Universitas Erlangga Surabaya telah memiliki laboratorium Biosafety Level III sebagai persyaratan untuk menghasilkan seed virus sebagai bahan baku vaksin, termasuk vaksin H5N1 bagi manusia untuk menghadapi pandemi influenza yang disulut oleh virus H5N1.

Menurut Menko Kesra Indonesia telah menghasilkan seed virus untuk pembuatan vaksin flu burung demi menghadapi virus H5N1 (Harian Sinar Harapan 26/8/2011).

Menurut WHO, ada tiga kondisi untuk terjadinya pandemi influenza, yakni ada penularan virus antarmanusia, virus H5N1 telah mengalami mutasi, dan ditularkan antarnegara. Saat ini virus H5N1 pada periode Allert Pandemic dan pada fase 3 yaitu antarunggas dan dilanjutkan penularan dari unggas ke manusia setop belum ditularkan antarmanusia.

Saat ini virus H5N1 belum terjadi mutasi serta belum ditularkan antarmanusia, tetapi telah ditularkan antarnegara. Kesimpulannya: penyakit flu burung dengan penyebab virus H5N1 tidak mungkin menjadi pandemi influenza, mengingat vaksin flu burung dengan seed virus H5N1 tidak bermanfaat menghadapi pandemi influenza.

Karena itu, bila ada upaya manusia membuat mutasi buatan virus H5N1 maka itu berpotensi menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan. Dua negara, yakni Jepang dan Amerika Serikat, telah merekayasa virus H5N1 telah mampu menghasilkan virus mutasi buatan yang dapat menularkan antarmamalia atau dapat ditularkan antarmanusia (sumber: Seminar Internasional 28 Mei 2012 di RSPTI Universitas Erlangga Surabaya).

Kalau itu pasalnya, virus H5N1 yang telah direkayasa itu memenuhi syarat untuk menjadi pandemi. Kemungkinan besar virus H5N1 baik dari Indonesia maupun dari Vietnam yang telah direkayasa itu menghasilkan mutasi virus buatan yang seperti madu tapi juga racun. Pada satu sisi dapat berbahaya bagi umat manusia, namun pada sisi lain merupakan bahan dasar pembuatan vaksin H5N1 (madu).

Benarlah pernyataan Dr Siti Fadilah Supari semasa menjadi Menteri Kesehatan bahwa virus H5N1 dari Indonesia bisa dijadikan vaksin membantu manusia dan dibuat sebagai agen bioterorisme atau weapon of mass distruction yang mengancam umat manusia (Buku: Saatnya Dunia Berubah Virus Influenza di Tangan Tuhan). ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar