Sabtu, 16 Juni 2012

Penentu Prestasi KPK

Penentu Prestasi KPK
Hendardi ; Ketua Setara Institute, Jakarta
Sumber :  SINDO, 16 Juni 2012


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Neneng Sri Wahyuni pada Rabu 13/6 di kediamannya, Pajaten, Jakarta Selatan. Neneng sejak 14 Agustus 2011 sudah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dia merupakan salah satu kunci pelengkap membongkar berbagai kasus korupsi yang dilakukan M Nazaruddin dan sejumlah elite partai yang selama ini disebut-sebut M Nazaruddin terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Sekalipun penetapan Neneng menjadi tersangka hanya terkait dengan kasusnya di Kemenakertrans, posisinya sebagai pemilik PT Anugerah Nusantara dan direktur keuangan Permai Group amat strategis untuk membuka berbagai aliran dan peruntukan dana di Permai Group.

Kendati demikian, harapan agar Neneng dapat menjadi kunci pelengkap membongkar kasus-kasus korupsi kemungkinan tidak akan berjalan mulus. Selain berbagai keganjilan dalam proses penangkapannya, kinerja KPK dalam mengusut kasus yang melibatkan Nazaruddin dkk juga telah telanjur tersandera oleh skenario yang dibangun KPK. Penangkapan Neneng atau penyerahan diri Neneng kepada KPK telah menampakkan keganjilan.

Seperti ada indikasi bahwa antara KPK dan Neneng—sekalipun dibantah KPK dan Neneng melalui kuasa hukumnya—sebelumnya mencoba melakukan negosiasi, yang intinya bahwa Neneng akan kooperatif, tetapi dengan sejumlah syarat. Keganjilan berikutnya terkait dengan lolosnya Neneng dari detektor Imigrasi Indonesia. Apa pun cara yang digunakan Neneng untuk mengelabui petugas menggambarkan bahwa Imigrasi Indonesia amat teledor.

Ini problem serius keimigrasian, bukan cuma terkait buron yang masuk ke dalam negeri, melainkan juga Imigrasi yang lemah adalah pintu bagi berbagai kejahatan. Sekalipun keganjilan di keimigrasian ini tidak berhubungan langsung dengan kinerja KPK, peristiwa ini menyiratkan bahwa koordinasi pemberantasan korupsi antarinstitusi masih tergolong lemah.

Mengawal KPK

Dalam situasi yang demikian, dus berbagi dinamika politik mutakhir di lingkaran Partai Demokrat, kepentingan bersama yang perlu dikawal adalah memastikan KPK tidak terseret pada tarik-menarik politik di tubuh partai politik. Terdapat sejumlah orang yang diduga terlibat dalam berbagai kasus korupsi yang melibatkan PT Anugerah Nusantara dan Permai Group.

Selain menyidik kasus pembangunan PLTS secara tuntas, KPK juga dapat mengulik keterangan dan kesaksian Neneng untuk kasus Wisma Atlet, Hambalang, dan kasus-kasus lain yang diduga menjadi sumber brankas Permai Group, yang kemudian diduga mengalir ke Kongres Partai Demokrat 2010. Seperti diketahui, paralel dengan penangkapan Neneng, rumah tangga Partai Demokrat semakin gaduh karena dugaan keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan elite Partai Demokrat lainnya.

Para terduga itu “dihakimi” oleh Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator Partai Demokrat (FKPD PD) dan sejumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Demokrat. FKPD PD dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pernyataan keras agar kader-kader yang bermasalah dan akan bermasalah dengan hukum harus mengundurkan diri. Bisa jadi hal itu akan memengaruhi langkah KPK dalam penyelidikan dan penyidikan kasus yang diduga melilit elite partai yang berkuasa.

Mengawal KPK agar tidak terpengaruh dengan dinamika politik internal Partai Demokrat adalah dengan cara memastikan bahwa siapa saja yang nyata-nyata dan terang terlibat tindak pidana korupsi haruslah dimintai pertanggungjawaban. Sebaliknya, jika tidak ada bukti cukup keterlibatan seseorang dalam kasus tertentu, KPK tidak perlu memaksakan diri menjeratnya dengan pasal-pasal antikorupsi.

Jangan karena iba dengan partai politik penguasa yang terus-menerus elektabilitasnya merosot lalu KPK berposisi menjadi penentu sandera kasus korupsi yang diduga melilit elite Partai Demokrat, dengan cara tergesa-gesa menindak orang-orang yang diduga terlibat korupsi. Jangan juga KPK turut serta memainkan irama ketegangan antarpartai politik yang juga berambisi mengungguli Partai Demokrat untuk kepentingan Pemilu 2014, dengan cara terus-menerus menyandera Partai Demokrat dalam pusaran kasus korupsi tanpa ujung.

Pada akhirnya mengawal kinerja KPK adalah memastikan KPK bekerja secara profesional, objektif, dan berintegritas. Karena itu, transparansi penanganan berbagai kasus-kasus korupsi yang mengundang keprihatinan publik amat serius perlu mendapatkan prioritas dari para pimpinan KPK.

Penentu Kinerja

Terlepas dari kontroversi penangkapan atau penyerahan diri Neneng oleh atau pada KPK, yang pasti bahwa KPK berbangga hati dengan tertangkapnya Neneng karena dia merupakan salah satu buron utama KPK. Penangkapan ini sejatinya merupakan tugas pokok dan fungsi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi yang diberi kewenangan untuk melakukan penangkapan.

Jadi, ini bukan prestasi gemilang, apalagi KPK sebelumnya tampak memainkan politik buying time untuk melakukan penangkapan terhadap Neneng meski baik KPK maupun Polri telah mendeteksi keberadaan Neneng. Prestasi KPK akan diukur dari kinerja penyidikan dan pengembangan kasus dari kesaksian dan keterangan Neneng.

Sebagai pialang proyek, Neneng memiliki peran penghubung antara para pemegang otoritas proyek di Kementerian dan DPR dengan para pengusaha atau perusahaan yang obsesif mendapatkan proyek secara tidak sah. Dengan demikian, amat mudah bagi Neneng untuk menunjuk pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam kasus pembangunan PLTS di Kemenakertrans.

Demikian juga, KPK harus mengoptimalkan penyidikan atas Neneng terkait posisinya sebagai direktur keuangan Permai Group dan pihak yang mengorder agar sejumlah uang dibawa ke arena Kongres Partai Demokrat. Penentu prestasi kinerja KPK akan ditentukan oleh kualitas penyidikan dan pengembangan kasus dari suara jujur Neneng. Jika KPK berhenti hanya pada Neneng, penangkapan Neneng tidak memberikan manfaat besar bagi pemberantasan korupsi politik di Indonesia.

Korupsi yang diduga melilit elite Demokrat adalah modus baru yang terungkap, yakni persekongkolan jahat pengusaha, birokrasi, dan politisi pengendali, yang diduga diperuntukkan untuk pembiayaan hajatan politik partai politik. Unsur baru dalam korupsi jenis ini adalah peruntukan hasil korupsi itu yang diduga ditujukan untuk membiayai hajatan dan (mungkin) biaya operasional partai politik yang berkuasa.

Membongkar secara tuntas kasus korupsi politik semacam ini sejatinya dapat memberikan kontribusi bagi penataan sistem dan pemajuan pemberantasan korupsi. Menuntaskan kasus korupsi politik juga akan memberikan pembelajaran berarti bagi para politisi bahwa politik yang bersih adalah cara berpolitik yang bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, melainkan juga menyelamatkan bangsa untuk terbebas dari korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar