Jumat, 15 Juni 2012

Perseteruan SBY dan Anas


Perseteruan SBY dan Anas
Syamsuddin Haris ; Kepala Pusat Penelitian Politik
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Sumber :  SINDO, 15 Juni 2012


Di tengah hiruk-pikuk partai politik lain menyiapkan calon presiden untuk pemilu mendatang, Partai Demokrat justru masih sibuk mengatasi badai internal akibat skandal korupsi yang diduga melibatkan sejumlah petinggi partai.

Benarkah pertemuan Cikeas antara Dewan Pembina Demokrat dan unsur Dewan Pimpinan Daerah (DPD) diagendakan untuk mencopot Ketua Umum Anas Urbaningrum? Ketidakhadiran atau tidak diundangnya Anas dalam pertemuan Cikeas jelas mengindikasikan hal itu. Secara formal Anas memang tidak menjadi salah satu dari 31 orang anggota Dewan Pembina. Namun DPD-DPD Demokrat di daerah adalah struktur formal partai yang berada langsung di bawah otoritas Anas selaku ketua umum Dewan Pimpinan Pusat.

Jika agenda pertemuan Cikeas adalah konsolidasi internal partai, sudah sewajarnya apabila Anas selaku ketua umum hasil Kongres Bandung hadir di Cikeas, bukan sekadar sebagai undangan, tetapi semestinya juga sebagai pengundang. Keanehan lain adalah ketidakhadiran Anas dalam forum pertemuan antara Dewan Pembina serta kalangan pendiri serta deklarator partai keesokan harinya yang juga turut menghadirkan unsur pimpinan DPD dan DPP Demokrat.

Karena itu kemungkinan besar, baik pertemuan Cikeas, Bogor maupun forum di Hotel Sahid Jakarta, memang dirancang untuk membicarakan cara terbaik mencopot atau menonaktifkan Anas sebagai ketua umum Demokrat. Secara organisasi, pertemuan Cikeas dan forum Hotel Sahid yang tidak melibatkan Anas sebenarnya melanggar Anggaran Dasar Partai Demokrat.

Namun dalam konteks partai segitiga biru itu, “pelanggaran” tersebut bisa jadi “dapat dipahami” jika pertemuan dan forum tersebut berlangsung atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik sebagai ketua Dewan Pembina, ketua Majelis Tinggi Partai, serta pembina utama forum komunikasi pendiri dan deklarator Partai Demokrat. Posisi istimewa SBY yang berada “di atas” partai memungkinkan hal itu terjadi di Demokrat.

Konflik SBY-Anas

Barangkali sulit dibantah bahwa realitas ketidakhadiran Anas dalam dua momentum pertemuan jajaran Demokrat dengan SBY dan para pendiri serta deklarator partai merefleksikan adanya konflik terselubung antara SBY selaku ketua Dewan Pembina sekaligus figur sentral Demokrat dan Anas sebagai ketua umum.

Konflik itu sendiri sebenarnya sudah bersemai sejak Anas terpilih sebagai ketua umum dalam Kongres Bandung (2010), padahal SBY lebih menjagokan Andi Mallarangeng ketimbang mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam tersebut.

Ketegangan relasi SBY-Anas semakin kuat ketika M Nazaruddin, mantan bendahara umum, berulang kali menuding keterlibatan Anas, baik dalam proyek pembangunan wisma atlet di Palembang maupun proyek pusat pendidikan dan pelatihan olahraga terpadu di Hambalang, Bogor. SBY dan petinggi Demokrat lainnya juga tampak kecewa ketika Anas menunda-nunda pencopotan Angelina Sondakh yang menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek wisma atlet.

Di sisi lain, Anas secara publik menolak berbagai tuduhan Nazaruddin. Problematiknya, karena kasus korupsi yang melibatkan kader Demokrat terus digoreng oleh berbagai media, sementara penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bisa menyita waktu berbulan-bulan, nasib Demokrat akhirnya tersandera.

Berbagai survei publik mengonfirmasi merosotnya elektabilitas Demokrat di bawah Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Survei terakhir Soegeng Sarjadi Syndicate bahkan menyebut popularitas Demokrat saat survei berada pada posisi keempat(?) di bawah Golkar, PDIP, dan Partai Gerindra.

Akhir Kesabaran SBY?

Sebelum pertemuan Cikeas Selasa (12/6) malam, SBY pernah menggelar pertemuan serupa dengan jajaran Dewan Pembina di kediaman pribadinya pada Januari 2012 lalu. Beberapa anggota Dewan Pembina yang hadir waktu itu mengonfirmasi adanya pembicaraan mengenai nasib Ketua Umum Anas Urbaningrum.

Kendati klarifikasi ini dibantah oleh anggota Dewan Pembina yang lain, kuat dugaan bahwa SBY memang merisaukan nasib parpol yang didirikannya pascaterbongkarnya beberapa kasus suap. Merosotnya elektabilitas Demokrat tampaknya menjadi sumber kerisauan SBY sehingga kemudian menggelar pertemuan dengan unsur pimpinan DPD di Cikeas Selasa malam yang lalu.

Pertemuan Cikeas bisa dikatakan sebagai ungkapan “batas akhir” kesabaran SBY atas nasib dan masa depan Demokrat di bawah kepemimpinan Anas. Hanya saja, sesuai dengan watak personalnya, SBY tidak pernah bicara lugas mengenai keinginannya mendepak Anas. Apalagi, tidak ada mekanisme organisasi yang memungkinkan SBY mencopot ketua umum hasil kongres.

Satusatunya cara bagi SBY adalah mendengar langsung “curhat” para pimpinan DPD tanpa kehadiran Anas selaku ketua umum. Meskipun para petinggi Demokrat selalu membantah bahwa pertemuan-pertemuan itu turut membicarakan nasib Anas, fakta di arena pertemuan mengindikasikan ketidakjujuran elite Demokrat. Seperti dilaporkan banyak media, spanduk dan baliho yang semestinya juga menampilkan foto atau gambar Anas, selain SBY, kini mulai disingkirkan.

Saling Menyandera

Lalu, mungkinkah popularitas Demokrat yang terus melorot terdongkrak kembali tanpa menuntaskan badai internal yang terus menerpa partai segitiga biru? Saya berpendapat hampir mustahil. Apalagi jika cara berpolitik SBY yang cenderung terus-menerus membangun pencitraan diri tidak berubah.

Mengenai badai internal yang berdampak pada merosotnya elektabilitas Demokrat, SBY dituntut untuk secara langsung dan lugas meminta Anas mundur sebagai ketua umum. Meski hal ini berada di luar pakem politik SBY, apa boleh buat, harus dilakukan untuk menyelamatkan partai.Seperti pernah saya tulis di Seputar Indonesia sebelumnya (“Badai Internal Demokrat”, 30/1/2012), untuk sementara jabatan ketua umum dirangkap SBY selaku ketua Dewan Pembina.

Meskipun tidak ada mekanisme AD/ART yang mengatur soal ini, pilihan tersebut jauh lebih aman bagi Demokrat karena terhindar dari gesekan konflik internal dibandingkan misalnya dengan pilihan menggelar kongres luar biasa. Pilihan lain yang tersisa adalah kesediaan Anas untuk secara kesatria mundur atau nonaktif secara sukarela sebagai ketua umum jika sungguh-sungguh memiliki komitmen menyelamatkan partai.

Kalau tidak, yang berlangsung akhirnya adalah fenomena saling sandera partai di antara SBY dan Anas yang ironisnya bakal membuat Demokrat semakin terpuruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar