Senin, 11 Juni 2012

Rezim Investor dan Pengusaha


Rezim Investor dan Pengusaha
Kusfiardi ; Pengamat Ekonomi dan Pemerhati Kebijakan Publik
SUMBER :  SINDO, 09 Juni 2012


Pemerintah sudah menyampaikan kepada DPR pokok kebijakan pemerintah atas kerangka makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2013.
Terkait kebijakan fiskal pemerintah juga menjelaskan arah kebijakan APBN, baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan untuk tahun anggaran 2013. Menurut keterangan pemerintah, kebijakan APBN menjadi stimulan bagi perekonomian nasional dengan tujuan: Pertama, menjaga pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi. Kedua, mendorong perluasan kesempatan kerja. Ketiga, mengurangi kemiskinan. Keempat, mengupayakan terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Berdasarkan tujuan tersebut, kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan negara,menjaga iklim investasi, dan memastikan keberlanjutan dunia usaha. Sedangkan arah kebijakan belanja negara diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang disertai dengan penguatan kualitas belanja negara.

Sementara terkait dengan kebijakan pembiayaan masih memprioritaskan pemanfaatan pinjaman luar negeri,mengupayakan rasio utang terhadap PDB pada level 21%-23%, menggunakan SAL sebagai dana antisipasi ketika terjadi krisis pasar surat berharga negara (SBN), mengarahkan pemberian penyertaan modal negara (PMN) kepada badan usaha milik negara (BUMN), dan menggunakan dana investasi pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur.

Tidak Ada Perubahan

Penjelasan pemerintah tentang kerangka makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2013 tersebut sejauh ini belum ada perubahan yang berarti. Meskipun kebijakan tersebut terdengar populis, pada substansinya kebijakan fiskal tersebut diarahkan sesuai kepentingan pemilik modal dan dunia usaha.Tidak dalam rangka mengoptimalkan potensi yang dimiliki bangsa ini untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Politik anggaran pemerintah menunjukkan keberpihakan pada kelompok investor dan kelompok pengusaha. Pemerintah menampakkan keberpihakannya dengan memastikan bahwa upaya untuk mendorong optimalisasi pendapatan negara tidak akan mengganggu kepentingan kelompok investor dan kelompok pengusaha dan membebani dua kelompok kepentingan tersebut.

Kemudian memastikan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah akan memberikan keistimewaan pada kelompok investor dan kelompok pengusaha. Pemerintah juga mengarahkan kebijakan belanja negara sejalan dengan tujuan untuk memfasilitasi kepentingan kelompok investor dan kelompok pengusaha.Dengan menggunakan dalih meningkatkan kualitas belanja negara untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan melakukan efisiensi pada belanja subsidi. Upaya menghilangkan subsidi tersebut dibalut alasan efisiensi dan ketepatan sasaran.

Pada arah kebijakan pembiayaan, meskipun sudah memiliki beban yang sangat berat, pemerintah masih akan terus menggantungkan kebijakan pembiayaan dengan memprioritaskan pemanfaatan pinjaman. Selama ini pemerintah selain menggunakan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan, juga menerbitkan SBN yang tingkat suku bunganya tinggi dengan masa jatuh tempo yang lebih pendek.

Mengabaikan Amanat Konstitusi

Keberpihakan pada kelompok investor dan kelompok pengusaha tersebut menunjukkan keengganan pemerintah mengupayakan optimalisasi pendapatan negara. Pemerintah seharusnya menyelaraskan optimalisasi pendapatan negara dengan semangat redistribusi. Tujuannya tentu saja untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya bagi seluruh rakyat Indonesia di penjuru Tanah Air.

Pemerintah juga enggan menjalankan redistribusi dan pemerataan melalui alokasi subsidi.Pemerintah mengabaikan kewajiban untuk mengalokasikan subsidi melalui kebijakan dan program sesuai amanat konstitusi yaitu menyejahterakan rakyat. Berdalih melakukan efisiensi pada belanja pemerintah justru berupaya menghilangkan subsidi dengan alasan efisiensi dan ketepatan sasaran. Kebijakan tersebut mengarahkan pengelolaan faktor-faktor produksi yang penting bagi negara dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak ke tangan investor dan pengusaha.

Pada sisi pembiayaan terlihat jelas keengganan pemerintah untuk melepaskan ketergantungan pada utang. Besarnya utang pemerintah secara nominal terus membengkak,dampaknya tentu saja dirasakan pada alokasi pembayaran cicilan pokok dan bunga yang jatuh tempo setiap tahun anggaran. Demi mempertahankan tabiat berutang, pemerintah menggunakan alasan rasio utang terhadap PDB sebagai pembenar. Dengan mematok rasio utang terhadap PDB pada level 21–23%, pemerintah akan terus menambah utang yang secara nominal akan terus membengkak. Tindakan ini akan menguntungkan kreditor internasional dan kelompok investor yang membeli SBN.

Keuntungan tersebut akan mereka nikmati dari besarnya beban cicilan pokok dan bunga pembayaran utang, baik pinjaman luar negeri maupun SBN yang berdenominasi rupiah dan dolar Amerika. Pada saat yang bersamaan strategi kebijakan fiskal yang hendak dijalankan pemerintah untuk APBN 2013 tampaknya masih berpegang teguh pada prinsip Konsensus Washington. Kebijakan tersebut memfasilitasi dan menjamin keberlangsungan liberalisasi perdagangan, liberalisasi keuangan, penghapusan subsidi, dan privatisasi.

Prinsip tersebut bertolak belakang dengan amanat konstitusi yang mengharuskan kebijakan fiskal sebagai instrumen penting yang berperan dalam pencapaian tujuan nasional, melalui fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Pemerintah secara terbuka melalui pokok kebijakan pemerintah atas kerangka makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2013 mengabaikan fungsi kebijakan fiskal yang harus berorientasi pada pelaksanaan amanat konstitusi.

Pemerintah mengabaikan kewajiban yang diamanatkan konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar