Selasa, 19 Juni 2012

RI dan Komunitas ASEAN 2015


RI dan Komunitas ASEAN 2015
Djainul Dj ; Pengajar FISIP Unas Jakarta, Sedang Melanjutkan Pendidikan S-3
Sumber :  SUARA KARYA, 19 Juni 2012


Pepatah 'bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh' sepertinya cocok diterapkan untuk perkumpulan bangsa-bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) yang akan segera menerapkan Masyarakat Ekonomi Bersama ASEAN 2015 mendatang. Masalahnya, mampukah negara-negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) mewujudkan hal itu, di tengah beragamnya perbedaan penerapan sistem politik?

Kita mengetahui bahwa Indonesia telah menerapkan paham demokrasi murni (sejak 1997), di mana kekuasaan berada di tangan rakyat secara penuh melalui perwakilannya. Inilah prinsip yang selama ini pun diterapkan dalam politik di Amerika Serikat (AS).
Malaysia pun mengaku menerapkan paham yang sama, namun kekuasaan dan kedaulatan pemerintahnya masih berada di bawah bayang-bayang prinsip kerajaan (autokrasi). Hal serupa juga diterapkan oleh Thailand dan Brunei Darusallam, yang hingga kini masih menjunjung tinggi kekuasaan raja.

Sedangkan, Filipina dan negara-negara anggota lainnya relatif hampir sama dengan pola yang diterapkan Indonesia, di mana kepala negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan. Dengan sistem ini, tampaknya tidak perlu dikhawatirkan adanya dualisme kekuasaan dalam satu pemerintahan di negara-negara kawasan ini.

Melalui beberapa perbedaan tadi, mampukah ASEAN mengambil peran yang signifikan, ketika ekonomi dunia internasional sedang mengalami keterpurukan?

Tidak ada jalan lain, bagi kawasan ini, selain melakukan kerja sama dalam berbagai bidang serta bahu-membahu untuk tetap memertahankan roda perekonomian, di tengah gencarnya kemerosotan ekonomi di benua Eropa.

Salah satu kerja sama yang harus didorong adalah bentuk joint investment antardunia usaha di Indonesia. Kerja sama itu bukan untuk saling menjatuhkan, namun saling melengkapi satu dengan lainnya.

Pemerintah di setiap negara anggota ASEAN hendaknya saling mendukung dan terbuka terhadap pola kerja sama ini, mengingat ketangguhan ekonomi bersama akan berdampak pada penguatan ekonomi regional.

Guna mendukung langkah ini, regulasi bersama pun harus dilakukan, agar semua negara di kawasan ini mengetahui aturan main yang bisa dilakukan bersama. Dengan kata lain, proteksi yang dilakukan setiap negara hendaknya bisa dibuka untuk memertahankan pola ini.

Ketergantungan terhadap satu produk, bisa diisi atau disediakan oleh negara lain dalam satu kawasan. Pola ini telah diterapkan pada kerja sama ekonomi regional lain seperti masyarakat Eropa.

Dari sisi investasi, para pengusaha domestik juga perlu didorong untuk segera mengembangkan usahanya di berbagai kawasan di ASEAN. Tujuannya agar mampu melihat peluang dan memetik keunggulan dari para pengusaha di negara lainnya.

Setidaknya ada empat masalah yang harus segera diantisipasi oleh pemerintah dalam upaya memacu kerja sama antarpengusaha ASEAN.

Pertama, minimnya jumlah pengusaha di Indonesia, yang menyebabkan lesunya dunia usaha di dalam negeri. Kedua, pemerintah harus menggairahkan pengusaha lokal, dengan cara mensosialisasikan berbagai kesempatan emas yang didapat pemerintah kemudian disosialisasikan kepada pengsuaha.

Ketiga, sifat konsumerisme orang Indonesia yang tinggi terhadap barang-barang asing.

Keempat, pemerintah harus mengkomunikasikan kebijakan yang benar dan konsisten, kepada pengusaha lokal.

Solusi dari semua itu adalah adanya kemauan politik (political will) dari setiap negara untuk segera mewujudkan dan mempersiapkan para pengusaha lokalnya. Berbagai perbedaan dalam penerapan sistem politik yang ada hendaknya bisa dikesampingkan, begitu pula dengan perbedaan sistem pemerintahan.

Kerikil kecil seperti sengketa wilayah antara Indonesia-Malaysia, Malaysia-Filipina, Malaysia-Singapura sebisa mungkin ditekan hingga titik nadir. Perbedaan ini dapat diselesaikan melalui meja perundingan dan diplomasi.

Almond dan Powell (Comparative Politics Today, 1996) melihat bahwa sebelum mempersatukan kondisi ekonomi, yang penting untuk dilihat adalah adanya keberagaman perbandingan politik di ASEAN. Perbandingan politik sangat jauh berbeda dengan perbandingan pemerintahan yang selama ini dikenal oleh masyarakat.

Elemen-elemen kompleks seperti lembaga negara, organisasi formal, organisasi non-formal, individu, masyarakat, dan sebagainya, menjadi unit analisa dalam politik perbandingan. Negara menjadi unit yang terlebih dahulu perlu dikaji. Namun, kesemuanya bisa dikesampingkan dengan niatan untuk mempersatukan wilayah dan kejayaan ekonomi ASEAN yang telah dibuktikan dengan minimalnya imbas kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh rontoknya kondisi moneter di belahan Eropa dan Amerika.

Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh setiap negara di ASEAN adalah menghilangkan batasan dalam bidang politik, sengketa dan perbedaan paham dalam sistem pemerintahan untuk merealisasikan kawasan Asia Tenggara yang maju. Diplomasi menjadi ujung tombak utama bagi terealisasinya masalah ini. Mampukah Indonesia mengambil peran penting dalam diplomasi ini, untuk kepentingan para pengusaha domestik yang notabene adalah rakyat Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar