Sabtu, 23 Juni 2012

Rio+20 dan Pembangunan Berkesinambungan


Rio+20 dan Pembangunan Berkesinambungan
Jeffrey D Sachs ;  Guru Besar Ekonomi dan Direktur Earth Institute di Columbia University, Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Millennium Development Goals
Sumber :  KORAN TEMPO, 22 Juni 2012


Salah satu penerbitan ilmiah terkemuka di dunia, Nature, baru saja merilis rapor sekolah yang pedas menjelang dibukanya Konferensi Tingkat Tinggi Rio+20 mengenai pembangunan berkesinambungan. Nilai yang diberikan pada pelaksanaan ketiga traktat yang ditandatangani pada akhir KTT Bumi Rio pada 1992 adalah sebagai berikut: perubahan iklim F, keanekaragaman hayati F, dan upaya mengatasi desertifikasi F. Apakah umat manusia sebagai sang murid masih bisa mengelak dikeluarkan dari sekolah?

Kita sudah mengetahui setidak-tidaknya selama satu generasi bahwa dunia membutuhkan jalan menuju koreksi. Bukannya menggerakkan ekonomi dunia dengan bahan bakar fosil, kita perlu menggunakan lebih banyak tenaga alternatif rendah karbon, seperti tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga panas bumi. Bukannya berburu, menangkap ikan, dan membuka lahan tanpa mengindahkan dampaknya terhadap spesies lainnya, kita perlu mengatur laju produksi pertanian, perikanan, serta penebangan hutan kita sesuai dengan daya dukung lingkungan. Bukannya membiarkan masyarakat paling rentan di dunia tanpa akses layanan keluarga berencana, pendidikan, dan kesehatan dasar, kita perlu mengakhiri kemiskinan ekstrem serta menurunkan angka kesuburan yang terus melonjak di negara-negara miskin di dunia.

Singkatnya, kita perlu mengakui, dengan jumlah penduduk 7 miliar saat ini, dan 9 miliar menjelang pertengahan abad ini, semua saling terkait dalam suatu ekonomi global yang high-tech serta padat energi, kemampuan kolektif kita untuk menghancurkan sistem yang mendukung keberlanjutan hidup kita (life support system) sungguh luar biasa. Namun konsekuensi dari tindakan yang kita lakukan tidak kita sadari sehingga, tanpa disadari pula, kita sudah berada di tepi jurang kehancuran.

Ketika kita menyalakan komputer dan lampu, kita tidak menyadari emisi karbon yang dihasilkannya. Ketika kita bersantap di meja makan, kita tidak menyadari penggundulan hutan akibat pertanian yang tidak berkesinambungan. Dan ketika miliaran tindakan yang kita lakukan itu bersatu menciptakan kelaparan serta banjir di sebagian dunia lainnya, mendera rakyat miskin di Mali dan Kenya yang rentan kekeringan, tidak banyak di antara kita yang menyadari bahaya keterkaitan global ini.

Dua puluh tahun yang lalu, dunia mencoba menangani realitas ini melalui serangkaian traktat dan undang-undang internasional. Perjanjian yang ditandatangani pada KTT Rio yang pertama itu sungguh menjanjikan: arif, berpandangan jauh ke depan, bersemangat publik, dan berfokus pada prioritas global. Namun kesepakatan ini belum berhasil menyelamatkan kita.

Traktat-traktat itu hidup dalam bayangkan siklus politik, imajinasi, dan media sehari-hari kita. Para diplomat datang ke konferensi yang diadakan tahun demi tahun untuk melaksanakan perjanjian itu, tapi hasil utama yang dicapainya adalah pengabaian, penundaan, dan percekcokan mengenai penafsiran hukum. Dua puluh tahun sudah berlalu, kita cuma memperoleh tiga angka F untuk dibanggakan.

Adakah jalan lainnya? Jalan melalui undang-undang internasional melibatkan pakar hukum dan diplomat, tapi tidak melibatkan pakar rekayasa, ilmuwan, serta tokoh masyarakat di garis depan pembangunan berkesinambungan. Di jalan ini berserakan rintangan tersembunyi mengenai pemantauan, kewajiban yang mengikat, negara-negara yang masuk Lampiran I dan non-Lampiran II, serta ribuan penafsiran hukum lainnya, tapi gagal memberikan bahasa yang membahas kelanjutan hidup umat manusia itu sendiri.

Kita punya ribuan dokumen, tapi tidak berhasil berbicara dengan jelas satu sama lain. Apakah kita mau menyelamatkan diri kita sendiri dan anak cucu kita? Mengapa kita tidak berkata demikian? Pada KTT Rio+20, kita harus berkata demikian, dengan jelas, tegas, dan dengan cara yang berujung pada penyelesaian masalah serta pengambilan tindakan, bukan cekcok serta membela diri. Karena politikus mengikuti opini, bukan memimpin opini publik, publik itu sendiri yang menuntut kelanjutan hidupnya sendiri, bukan para pejabat terpilih yang seharusnya menyelamatkan kita. Tidak banyak pahlawan dalam bidang politik, dan menanti datangnya politikus bakal memakan waktu terlalu lama.

Maka hasil paling penting yang diharapkan dari Rio bukan berupa traktat, klausul yang mengikat, atau komitmen politik lagi, melainkan harus merupakan seruan global diambilnya tindakan. Di seantero dunia, desakan terus meningkat untuk menempatkan pembangunan berkesinambungan pada pusat pemikiran dan tindakan global, terutama untuk membantu generasi muda menghadapi tiga tantangan mendasar--kesejahteraan ekonomi, kebersinambungan lingkungan, dan inklusivitas sosial--yang bakal menandai era mereka. Rio+20 bisa membantu mereka menghadapi tantangan ini.

Bukannya traktat yang baru, tapi marilah kita mengadopsi dari Rio+20 ini serangkaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang bakal menginspirasi suatu generasi untuk bertindak. Seperti Millennium Development Goals yang membuka mata kita akan kemiskinan ekstrem, dan yang memajukan aksi global memerangi AIDS, tuberkulosis, serta malaria, SDGs bisa membuka mata generasi muda hari ini terhadap perubahan iklim, punahnya keanekaragaman hayati, dan bencana penandusan lahan. Kita masih bisa mewujudkan ketiga traktat Rio itu dengan menempatkan masyarakat di garis depan upaya ini.

SDGs untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem; membebaskan sistem energi dari karbon; memperlamban laju pertumbuhan populasi; memajukan pasokan pangan yang berkesinambungan; melindungi lautan, hutan, dan daratan kering; serta menangani ketidaksetaraan masa ini bisa memperkokoh suatu generasi yang menyelesaikan masalah. Para pakar rekayasa dan teknologi dari Silicon Valley sampai Sao Paolo, Bangalore, dan Shanghai punya gagasan menyelamatkan dunia yang masih mereka rahasiakan. Universitas di seantero dunia merupakan rumah dari ribuan siswa serta tenaga pengajar yang berniat mengatasi masalah praktis di lingkungan komunitas dan negeri mereka. Dunia usaha, setidak-tidaknya yang baik, sadar bahwa mereka tidak bisa berkembang dan memotivasi para pekerja dan konsumen kecuali mereka menjadi bagian dari solusi itu sendiri.

Dunia sudah siap bertindak. Rio+20 bisa membantu menggerakkan satu generasi yang akan mengambil tindakan itu. Masih ada cukup waktu bagi umat manusia untuk mengubah nilai F menjadi A dalam rapor sekolahnya dan lulus dalam ujian akhirnya nanti. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar