Sabtu, 02 Juni 2012

Sekularisasi Pancasila

Sekularisasi Pancasila
Syamsul Hidayat ; Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Alumni PPSA XVII Lemhannas RI
SUMBER :  REPUBLIKA, 1 Juni 2012


Para pendiri bangsa ini telah meletakkan dasar-dasar tegaknya sebuah negara-bangsa yang bernama Indonesia. Betapa seriusnya mereka dalam merumuskan konsep ideologi bangsa ini. Hal itu dapat dilihat dari dinamika perdebatan mereka dalam merumuskan landasan ideologi berdasarkan latar belakang keilmuan, agama, dan budaya masing-masing. Serta, komitmen untuk bersama-sama saling menghargai dan menghormati masing-masing pendapat yang dilontarkan.

Meskipun melalui perdebatan sengit, keragaman pendapat dan gagasan itu bisa bertemu pada komitmen bersama untuk membangun negara yang berdaulat. Titik temu ini mengandaikan bahwa seluruh nilai-nilai dan falsafah hidup seluruh elemen bangsa ini, baik yang bersumber dari keagamaan maupun budaya yang dirangkum dalam rumusan Pancasila.

Nilai-nilai luhur agama (terutama Islam) dan budaya yang terintegrasi dalam ideologi negara, telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang kokoh. Hal ini dibuktikan dengan daya tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman dari waktu ke waktu.

Namun akhir-akhir ini, gangguan dan ancaman terhadap ideologi Pancasila ini semakin kuat, terlebih pada era globalisasi di mana percaturan dan pergumulan bahkan benturan antarberbagai pemikiran dan ideologi dunia. Hal ini ditandai semakin melemahnya penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila pada generasi bangsa ini akibat hegemoni nilai-nilai dan budaya asing. Kondisi ini juga telah melanda pemimpin bangsa ini.

Saat ini, ancaman terbesar Pancasila adalah kecenderungan dan gerakan sekularisasi Pancasila. Sekelompok orang ingin memisahkan bahkan mensterilkan Pancasila dari nilai-nilai agama, termasuk di dalamnya upaya membenturkan Pancasila dan agama (terutama Islam). Di sini, muncul dua kutub ekstrem, anti-Pancasila dan anti-Islam. Pancasila dianggap aturan toghut, dan Islam dianggap mengancam Pancasila.

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakikat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan bangsa ini sejak awal. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dari nilai-nilai agama yang dianut bangsa Indonesia.

Sekularisasi dan Sterilisasi

Gerakan sekularisasi atau sterilisasi Pancasila dari nilai-nilai agama saat ini dapat berbentuk pemikiran, wacana, dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Ia dilakukan mulai dari rakyat jelata hingga mereka yang memegang amanah sebagai pemimpin dan pejabat negara.

Pada tataran konsep dan pemikiran, munculnya wacana liberalisasi budaya dan agama dengan mengatasnamakan HAM, misalnya, RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG), akan menggugat bagian-bagian penting dari undang-undang perkawinan.

Sekularisasi Pancasila juga diwarnai dengan munculnya wacana bahwa nilai-nilai agama tidak boleh dibawa dalam tatanan hidup bernegara. Dan sebaliknya, negara tidak boleh mengatur kehidupan masyarakat dalam masalah keagamaan. Sehingga, negara tidak perlu terlibat untuk mengatur, menertibkan hingga melarang munculnya aliran sesat dalam suatu agama.

Seluruh konsep yang terkandung dalam rumusan Pancasila adalah nilai-nilai ajaran agama karena prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, keadaban, persatuan, kepemimpinan, kebijaksanaan, permusyawaratan, keadilan sosial adalah nilai-nilai otentik dari ajaran agama. Ketaatan dalam menjalankan ajaran agama akan memperkokoh tegaknya nilainilai Pancasila sekaligus memperkokoh ketahanan nasional.

Dalam bentuk lain, sekularisasi Pancasila telah merasuki bangsa ini dalam bentuk praktik hidup yang tidak bermoral, baik dilakukan oleh rakyat biasa maupun para pemimpin dan pejabat negara. Artinya, praktik hidup bangsa ini mengalami pengeringan dari nilai-nilai agama.

Bagaimana mungkin, seorang pemimpin, wakil rakyat, akademisi, intelektual, dan budayawan ikut-ikut mendukung diterimanya konser Lady Gaga. Ini jelas contoh konkret pengeringan nilai-nilai agama yang mengancam nilai-nilai otentik Pancasila. Adanya krisis keteladanan, krisis kepemimpinan, dan dekadensi moral saat ini bisa disebut dengan accumulated global damage, yakni menjadi bukti nyata dari sekularisasi Pancasila.

Sudah semestinya negara—sebagaimana amanah Pancasila—memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kehi dupan keagamaan seluruh elemen anak bangsa. Artinya, negara dalam hal ini aparat dan penegak hukum, harus memelopori dan mendorong dengan sungguh-sungguh agar setiap rakyat Indonesia menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan benar.

Negara juga proaktif melindungi kehidupan keagamaan bangsa ini dari ancaman aliran-aliran yang menyimpang dan sesat yang akan merusak kehidupan keagamaan. Dalam menentukan apakah aliran suatu agama dipandang sesat atau tidak, masing-masing umat beragama telah memiliki para ahli ilmu agama (ulama, pendeta, dan majelis pemimpin agama). Karena itu, negara dapat meminta fatwa kepada ulama, pendeta, atau majelis pemimpin agama-agama yang ada.

Dengan demikian, terjadi kesepahaman antara pemimpin negara dan pemimpin agama dalam melindungi dan menjamin kehidupan beragama. Sehingga, nilai-nilai Pancasila akan berdiri tegak dengan kokoh sebagai ideologi negara yang kuat. Kokoh karena moralitas dan ketaatan seluruh anak bangsa. Dengan begitu, negeri ini akan menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar