Kamis, 21 Juni 2012

Tantangan Muhammadiyah


Tantangan Muhammadiyah
Roni Tabroni ;  Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Pengajar di UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber :  REPUBLIKA, 21 Juni 2012


Menjelang sidang Tanwir Muhammadiyah 2012 ini, suasana kebangsaan sedang diselimuti iklim politik dan kasus hukum yang cukup kental. Setidaknya, ini merupakan isyarat tantangan bagi Muhammadiyah yang bertema “Gerakan Pencerahan Solusi Untuk Bangsa”.

Selain kasus hukum yang menyita banyak energi bangsa ini, saat ini juga secara nasional konstalasi 2014 seolah-olah ada di depan mata. Manuver politik berbagai kalangan sudah lama menggelinding. Di Ibu Kota Negara (DKI Jakarta), pilgub beberapa saat lagi akan dilaksanakan. Di Jawa Barat, pilgub juga sudah mulai menghangat. 

Persoalan tanwir tidak ada kaitan sama sekali dengan agenda politik sebab berbeda dengan muktamar yang memiliki agenda pergantian kepemimpinan. Namun, sedikit banyak suasana kebangsaan menyelimuti persiapan tanwir.

Namun, tidak seperti yang lain, nuansa politis di tingkat pusat hingga beberapa provinsi tahun ini tidak menyurutkan persiapan kader-kader Muhammadiyah di berbagai wilayah untuk menghadapi agenda penting, yaitu tanwir yang diselenggarakan di Bandung.

Di usianya lebih dari satu abad ini, Muhammadiyah tetap tegar dan progresif dalam melakukan peran-peran keumatan dan kebangsaannya. Muhammadiyah (meminjam bahasa Amien Rais) tetap sehat walafiat, kendati kadang-kadang batuk atau masuk angin.

Dalam suasana yang berbau politis, sesungguhnya setiap ormas, apapun itu, senantiasa menghadapi godaan berupa tarikan politis yang cukup menarik.

Namun, Muhammadiyah memiliki sejarah panjang, tidak mudah untuk diintervensi, sehingga tidak mungkin ada yang bisa dan berani menjual untuk sekadar sebuah kekuasaan sesaat.

Kecenderungan itu sangat mungkin, sebab apa pun alasannya, secara politis Muhammadiyah merupakan organisasi yang sangat seksi dan dapat dijadikan salah satu kekuatan politik. Karena itu, mengambil Muhammadiyah adalah langkah tepat untuk memperkuat sebuah kekuasaan. Berhasil atau tidak “merebut” Muhammadiyah, sangat ditentukan oleh para elite dan seluruh kader, khususnya elite Muhammadiyah. Selama kader-kader terbaik Muhammadiyah itu masih komit dengan garis perjuangan dan tidak tergiur godaan-godaan sesaat, selama itu pula Muhammadiyah tetap menunjukkan wibawanya. Namun, jika Muhammadiyah dalam hal ini elite dan kadernya mudah terbeli, ormas ini benar-benar akan dipertaruhkan atau bahkan tamat riwayatnya.

Selain itu, di tengah gerakan masyarakat baru yang selalu berubah, bagaimana ormas Islam, khususnya Muhammadiyah, memosisikan diri sebagai kekuatan sosial. Ilmu pengetahuan yang melahirkan ledakan teknologi yang semakin canggih dalam setiap detiknya, melahirkan sebuah wajah dan kultur masyarakat baru dengan pola komunikasi yang sangat khas.

Karena itu, keberimanan terhadap teknologi di sini harus menjadi bagian dari ruh ormas Islam agar tetap bertahan dan eksis di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, Muhammadiyah dipertaruhkan pasca tanwir dalam peran-perannya terhadap masyarakat yang memiliki budaya komunikasi yang selalu berubah itu. Dengan demikian, respons forum tanwir terhadap gejala perkembangan pola budaya masyarakat baru yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi ini akan menentukan masih eksis atau tidaknya Muhammadiyah pada masa mendatang.

Liberalisasi tidak hanya terjadi pada aspek ekonomi, politik, dan sosial, tetapi kini muncul dalam pola komunikasi ma syarakat. Setiap orang saat ini dapat berbicara apa saja, kapan saja, dalam konteks berbagi, memberikan masukan, berbagi pengalaman, termasuk mengkritik. Kebebasan pola komunikasi yang difasilitasi oleh teknologi canggih ini pa da satu sisi merupakan konsekuensi kemajuan zaman, tapi pada sisi lain adalah tantangan bagi Muhammadiyah.

Perkembangan teknologi ini menjadi tantangan karena paling tidak menimbulkan dua kecenderungan masyarakat. Pertama, dengan internet relasi sosial semakin renggang. Masyarakat modern semakin suka menyendiri dengan dunianya masing-masing. Mereka mengalihkan interaksi ke ruang maya. Tidak aneh jika forum-forum pengajian semakin sedikit, jamaah masjid menyusut.

Kedua, internet kini membangun komunitas baru dengan fasilitas yang di sebut media sosial. Media ini menyatukan manusia secara lintas batas tanpa memedulikan suku, agama, jenis kelamin, dan profesi. Mereka hanya peduli pada satu, yaitu kesamaan isu yang di bangun. Mereka menjalin kekuatan sosial ketika menemukan isu-isu krusial, terkait persoalan kemanusiaan, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.

Satu juta dukungan untuk Bibit Candra, koin Prita, solidaritas Bilqis, gerakan boikot pajak, dan dukungan anak pencuri sandal jepit adalah sekelumit cerita suksesnya media sosial dalam memengaruhi opini publik, mendorong legislator untuk berbuat sesuatu, membuat gerah para penegak hukum, hingga mengubah kebijakan presiden.

Keluarbiasaan ini dibangun oleh sebuah komunitas media sosial yang mun cul dari ketiadaan, tetapi media sosial mengonsolidasikan suara-suara tuhan itu dalam lorong virtual hingga menjelma menjadi sebuah gerakan alternatif. Beberapa kasus di atas luput dari perhatian dan concern gerakan dakwah ormas Islam. Secara langsung, gerakan itu lebih memberi daya tekan lebih konkret kendati mereka berada dalam komunitas yang sangat cair, bahkan tidak ada struktur yang mengikat dan tidak ada pemimpin atau tokoh yang diusung.

Media sosial kini menjadi sarana alternatif di tengah absennya ormas terhadap isu-isu kemanusiaan yang tampak di depan mata. Ormas Islam (Muhammadiyah) lebih sibuk mengurus persoalan politik, administrasi organisasi, rutinitas formalistik, mengincar jabatan dan prestise, saling sikut dengan sesama kader, dan hal-hal yang membutakan lainnya, ketimbang responsif terhadap persoalan sosial yang seharusnya menjadi bagian dari ruh gerakannya.

Jika tantangan-tantangan zaman seperti ini tidak mampu diantisipasi, bagaimana dengan eksistensi Muhammadiyah pada abad kedua. Momentum tanwir kali ini, sekali lagi, sangat penting sebagai momentum untuk melakukan revitalisasi gerakan yang responsif terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan dan adaptif terhadap perkembangan zaman. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar